Saat ini sudah banyak tanah yang produktif terancam punah, karena kelalaian dari manusia, bahaya erosi yang akhir- akhir ini banyak terjadi di negeri kita ini telah menurunkan produktivitas tanah. Bahaya erosi yang menimpa lahan- lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kemiringan lereng lebih dari 15%.
Bahaya ini ditimbulkan selain karena perbuatan- perbuatan manusia yang terlalu mementingkan pemuasan kebutuhan diri sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairan yang keliru.
Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Sebagian besar makanan kita berasal dari permukaan tanah, walaupun memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut. Terutama di bidang pertanian, tanah menjadi faktor terpenting yang menentukan keberhasilan produktivitas tanaman pertanian. Apabila tanah sudah rusak, maka kesuburannya pun sudah tidak bagus lagi sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman pertanian itu pun menjadi berkurang atau rendah.
Kerusakan tanah dapat dikurangi dengan upaya konservasi tanah. Konservasi tanah adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah secara teratur guna mengurangi dan mencegah kerusakan tanah dengan cara pelestarian.
A. PENYEBAB KERUSAKAN TANAH
Kerusakan tanah bila dikelompokkan dapat terjadi oleh salah satu atau lebih penyebab di bawah ini:
1. Kehilangan unsur hara dari daerah perakaran
Kerusakan tanah jenis ini terjadi sebagai akibat pembakaran bahan organik dan pelapukan mineral serta pencucian unsur hara. Di bawah iklim troipika panas dan basah seperti di Indonesia, proses itu berlangsung dengan cepat. Kehilangan serupa juga timbul, karena unsur hara terangkut melalui panen tanpa ada usaha untuk mengembalikannya. Proses ini menyebabkan rusaknya struktur tanah. Pembakaran tanaman yang menutupi tanah akan mempercepat proses pencucian dan pemiskinan tanah. Lebih-lebih lagi, hal ini akan terjadi jika pembakaran tanaman terjadi setiap tahun.
2. Terkumpulnya unsur atau senyawa yang bersifat meracuni tanaman
Di daerah beriklim kering, terutama yang terletak dekat pantai ada kerawanan yang lain lagi. Di daerah seperti itu, pada saat musim kemarau dapat terkumpul garam natrium yang cukup banyak. Pelonggokan garam yang berlebihan itu dapat mematikan tanaman. Kerusakan jenis ini dapat hilang pada saat musim hujan, yaitu melalui proses pencucian garam tersebut.
Kerusakan ini dapat pula terjadi karena tersingkapnya liat masam di daerah perakaran pada tanah rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa baruh atau lebak. Hal serupa juga dapat terjadi sebagai akibat terkumpulnya unsur tertentu eperti besi (Fe), Manggan (Mn), dan aluminium (Al) dalam jumlah yang tidak dapat ditenggang oleh tanaman. Pemakaian zat kimia seperti herbisida dalam pertanian atau pencucian basa tanah yang rawan pengikisan cenderung memunculkan atau menyebabkan tertimbunya senyawa tersebut. Keberadaan dalam jumlah yang banyak dapat menghambat pertumbuhan tanaman atau bahkan mematikannya.
3. Pengikisan tanah atau erosi
Kerusakan bentuk lain adalah akibat pengikian tanah atau erosi. Erosi adalah pengikisan tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Lapisan tanah yang subur untuk pertumbuhan tanaman pada bagian atas akan hilang serta kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air akan berkurang akibat pengikisan ini. Tanah yang terangkut akan diendapkan di tempat lain seperti sungai, waduk, danau, saluran irigasi, dan sebagainya.
Akibat erosi adalah pada tanah yang mengalami erosi, tanaman atau tumbuhan tidak dapat tumbuh normal dan tanah menjadi tidak produktif; waduk, danau, sungai, dan saluran irigasi serta drainase di daerah hilir menjadi dangkal sehingga daya guna dan masa guna menjadi berkurang; secara tidak langsung mengakibatkan banjir yang kronis setiap musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
4. Pencemaran Tanah
Kerusakan / pencemaran tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah. Sebagaimana pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun merupakan akibat kegiatan manusia. Pencemaran tanah bisa disebabkan limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian.
B. METODE PENANGGULANGAN KERUSAKAN TANAH
Metode yang dilakukan untuk penanggulangan kerusakan tanah akan dipaparkan berdasarkan penyebabnya sebagai berikut:
1. Kerusakan Tanah yang Disebabkan oleh Kehilangan Unsur Hara di Daerah Perakaran
Untuk menghindari terjadinya kerusakan tanah yang disebabkan oleh hilangnya unsur hara di daerah perakaran bahkan memulihkannya ke keadaan semula, dengan pemberian pupuk buatan atau pupuk organik, pergiliran tanaman dengan tanaman kacang-kacangan, dan penghindaran pembakaran tumbuhan atau sisa tanaman.
2. Terkumpulnya unsur atau senyawa yang bersifat meracuni tanaman
Upaya yang dapat dilakukan untuk pengendalian bentuk kerusakan tanah yang disebabkan oleh terkumpulnya unsure atau senyawa yang bersifat meracuni tanaman ada beberapa, diantaranya dapat disebut pengaturan sistem pengairan dan pengolahan tanah yang baik, pemberian bahan organik atau jenis senyawa lain yang dapat menambat unsur atau senyawa yang bersifat racun bagi tanaman.
3. Pengikisan Tanah atau Erosi
Secara umum ada tiga cara pendekatan pengendalian erosi yang dapat dilakukan dan satu sama lain harus menunjang, yaitu cara vegetatif, cara mekanis dan cara kimia.
a) Cara Vegetasi
Usaha pengendalian erosi atau pengawetan tanah (dan air) yang dilakukan dengan memanfaatkan cara vegetative adalah didasarkan pada peranan tanaman, dimana tanaman-tanaman itu sebagian telah diterangkan mempunyaiperanan untuk mengurangi erosi, yaitu dalam hal:
- Batang, ranting dan daun-daunnya berperan menghalangi tumbukan-tumbukan langsung butir-butir hujan kepada permukaan tanah, dengan peranannya itu tercegahlah penghancuran agregat-agregat tanah;
- Daun-daun penutup tanah serta akar-akar yang tersebar pada lpisan permukaan tanah berperan mengurangi kecepatan aliran permukaan.
- Daun-daunan serta ranting-ranting tanaman yang jatuh akan menutupi tanah
- Akar-akar tanaman berperan memperbesar kapasitas infiltrasi tana, tunjangannya dalam meningkatkan aktivitas biota tanah yang akan memperbaiki porositas tanah.
- Akar-akar tanaman berperan dalam pengambilan atau pengisapan air bagi keperluan tumbuhnya tanaman yang selanjutnya sebaian diuapkan melalui daun-daunnya ke udara.
Hutan, perkebunan dan pola tanam campuran (pertanian terpadu) perlu dikembangkan sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai pelindung tanah dari daya perusak. Termasuk dalam cara vegetatif dalam usaha konservasi tanah dan air antara lain adalah:
• Rotasi atau pergiliran tanaman.
• Penghijauan dan reboisasi.
• Melaksanakan strip cropping.
• Penanaman dengan rumput makanan ternak (permanent pasture).
• Menutup tanah dengan mulsa.
• Penanaman saluran-saluran pembuangan dengan rumput.
Alley cropping sebagai cara rotasi atau pergiliran tanaman (vegetatif) dinilai mempunyai prospek yang cukup baik, karena sekaligus meningkatkan produksi, murah dan mudah penggunaannya. Keuntungan yang diperoleh dari penerapan sistem alley cropping ini antara lain:
• Terjadinya sikus bahan organik yang lancar, karena limbah dapat dipergunakan.
• Mengurangi biaya produksi, khususnya biaya pemupukan karena daun lamtoro nitrogen yang tinggi.
• Terciptanya agroekosistem yang mantap dan tetap terpeliharanya kesuburan tanah.
• Mudah penerapannya sebagai konservasi tanah dan air.
b) Cara Mekanis
Cara mekanis dalam pengawetan tanah dan memelihara kesuburan tanah merupakan penerapan teknologi sipil untuk mempertahankan, memulihkan, meningkatkan kesuburan tanah. Pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang dari tanah pertanian terutama lapisan top soil.
Cara mekanis ini meliputi:
• Pengolahan tanah (tillage) yang tepat, yaitu menurut arah contour atau memotong arah kemiringan lereng.
• Pembuatan galengan dan saluran menurut contour.
• Pembuatan waduk, penghambat, rorak, tanggul dan sebagainya.
• Pembuatan terras dan sengkedan.
• Pembuatan drainase pada tempat tertentu.
Bangunan yang dibuat pada umumnya berfungsi memperlambat run off serta menampung dan menyalurkan air permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Pengaturan aliran air permukaan yang menjadi penyebab utama kerusakan tanah pertanian sangat efektif diatur denagan terras.
c) Cara kimia
Salah satu usaha untuk mencegah tejadinya pengikisan lapisan top soil adalah memperbaiki struktur tanah. Usaha memantapkan struktur tanah dapat dilakukan dengan penambahan senyawa kimia baik secara buatan maupun alami.
Jenis- jenis bahan pemantap tanah:
- Emulsi bitumen Berbentuk cair
- Polyurethane Berbentuk cair
- Polyacrylamide Berbentuk cair
- Polyacrylacid Berbentuk cair
- Polysachharide Berbentuk cair
- Polyvinylalcohol Berbentuk cair
Pemberian bahan pemantap tanah (soil conditioner) bertujuan untuk meningkatkan daya ikat antara partikel-partikel tanah sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti aerasi, porositas, dan infiltrasi.
Cara pemberian bahan pemantap tanah ke dalam tanah dapat dilakukan dengan penyemrotan langsung ke atas permukaan tanah, dicampur dengan tanah secara merata dan dengan cara memasukkan langsung ke dalam lubang tanaman.
4. Pencemaran Tanah
Penanganan khusus terhadap limbah domestik yang berjumlah sangat banyak diperlukan agar tidak mencemari tanah. Pertama sampah tersebut kita pisahkan ke dalam sampah organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (biodegradable) dan sampah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (nonbiodegradable). Akan sangat baik jika setiap rumah tangga bisa memisahkan sampah atau limbah atas dua bagian yakni organik dan anorganik dalam dua wadah berbeda sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir.
Sampah organik yang terbiodegradasi bisa diolah, misalnya dijadikan bahan urukan, kemudian kita tutup dengan tanah sehingga terdapat permukaan tanah yang dapat kita pakai lagi; dibuat kompos; khusus kotoran hewan dapat dibuat biogas dll sehingga dalam hal ini bukan pencemaran tanah yang terjadi tetapi proses pembusukan organik yang alami.
Sampah anorganik yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme. Cara penanganan yang terbaik dengan daur ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, A.G.2010.Tegnologi Konservasi Tanah dan Air.Rineka Cipta.Jakarta.
http://nurprasetiyo.blogspot.com/2010/05/kerusakan-tanah.html.
http://hawanurhawa.blogspot.com/2011/04/upaya-penanggulangan-kerusakan-tanah.html.
http://staff.ui.ac.id/internal/132058696/publikasi/Teknologipengendalianerosi.doc.
http://oedjankdoang.blogspot.com/p/kerusakan-tanah.html.
http://arkanagh44.blogspot.com/2008/12/kerusakan-tanah-dan-upaya.html.
Melalui Pemahaman geografi Mari jaga dan lestarikan bumi kita demi kelangsungan hidup di masa mendatang
Selasa, 15 November 2011
Kamis, 29 September 2011
Makalah SBM
Makalah Kelompok
CIRI-CIRI DAN KOMPONEN PEMBELAJARAN
Disusun oleh:
Kelompok III
Elsa Ridiza
Irfan Senjaya
Juaiiyah
Lili Indriyani
Putri Puspita Sari
Supania
Tri Septia Ningrum
Kelas A-Reg 2009
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.
Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian :
1. Upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992)
2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (HasibuanJ.J,1992)
3. Suatu usaha untuk membuatsiswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne)
Dan pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967,hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
A. CIRI-CIRI BELAJAR MENGAJAR
Menurut Eggen& Kauchak (1998) menjelaskan bahwa ada enam cirri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Menurut Edi Suardi, ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk peserta didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan peserta didik sebagai pusat perhatian.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat menvapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula.
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
4. Ditandai dengan aktifitas peserta didik. Sebagai konsekuensinya bahwa peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5. Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin diartikan sebagi suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun peserta didik dengan sadar.
7. Ada batas waktu. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus dicapai.
8. Evaluasi. Evaluasi harus dilakukan utnuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
B. KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiman, kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa itu harus adil, yakni adanya komunikasi yang timbal balik di antara keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.
Komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih terperinci komponen pembelajaran.
1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Karena tujuan merupakan unsure penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak diabaikan. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dibawa sesuka hati kecuali untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dr. Roestiyah N.K (1989:44) menyatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku perserta didik yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan focus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976: 297).
Tujuan pengajaran terbagi menjadi 2 macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP).
2. Guru
Guru Guru dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara.
3. Siswa
Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikut suatu program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebaai sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana. Siswa adalah inti dari proses belajar mengajar. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kemp(1997:4),” students are the center of the teaching and learning process, so they have to be involved in almost all the phrases of the classroom interaction from planning to evaluation.” Untuk mendorong keterlibatan itu sendiri, Brown(1987:115) menekankan pentingnya perhatian pada motivasi belajar siswa. “The foreign language learner who is intrinsically meeting in needs in learning the language will positively motivated to learn. When students are motivated to learn, they usually pay attention, become actively involved in the learning and direct their energies to the learning task.”
4. Bahan pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada peserta didik.
Bahan pelajaran menurut Arikunto (1990) merupakan unsure inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik.
Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik akan memotivasi peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan dalam pelajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Sedangkan menurut Prof. DR. H. Wina Sanjaya, M. Pd (2010:60) isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam system pembelajaran. Dalam konteks tertentu materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran yang diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami perlu secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar.
5. Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan pembelajaran guru dan peserta didik terlibat dalm interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu peserta didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Dalam kegiatan pembelajaran aktivitas peserta didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial atau interaksi dalam kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual peserta didik baik pada aspek biologis, intelektual, dan fsikologis.
6. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pembelajaran berakhir.
Winarno Surakhman, mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi pengguanaan metoda mengajar antar lain ;
- Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
- Peserta didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya
- Situasi yang berbagai-bagai keadaannya
- Fasilitas yang berbagai-bagai keadaanya
- Pribadi guru serta kemampuan professional yang berbeda-beda
Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk mencapai tujuan atau kompetensi. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran atau melakukan internalisasi terhadap isi atau materi pembelajaran. (Smaldino dkk. 2005. p.15).
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih untuk digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Setiap metode memiliki cirri khas tersendiri yang penngunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Ragam metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain presentasi, diskusi, permainan, simulasi, bermain peran, tutorial, demonstrasi, penemuan, latihan dan kerjasama.
1. Presentasi
Penyampaian informasi dan pengetahuan dari seseorang presenter dengan menggunakan pendekatan komunikasi satu arah. Dalam metode pembelajaran ini, presenter memiliki kemampuan spesifik yang perlu disampaikan kepada pemirsa (audience). Dalam hal ini, pemirsa adalah pesera program pelatihan atau trainee.
2. Diskusi
Metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara membahas masalah atau topic penting untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan. Setiap peserta dapat memberikan opini terhadap masalah atau topic yang didiskusikan.
3. Permainan
Metode pembelajaran ini bersifat kompetitif dan mengarahkan siswa untuk dapat mencapai prestasi atau hasil belajar tertentu. Permainan harus menyenangkan dan memberi pengalaman belajar baru bagi siswa. Pada umumnya, dalam metode pembelajaran permainan, ada pihak yang menang. Pihak yang menang akan mendapat reward, sedangkan pihak yang kalah perlu berlatih lebih keras untuk memenangkan permainan.
4. Simulasi
Metode pembelajaran ini mengharuskan siswa melakukan peran tertentu diluar dirinya sendiri atau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan dalam sebuaj situasi baru. melalui proses simulasi, siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang mendekati situasi nyata.
5. Bermain peran
Bermain peran merupakan kegiatan belajar dalam sebuah situasi yang mendakati situasi yang sesungguhnya. dalam metode ini biasanya digunakan model yang relistik. Dalam metode pembelajaran ini, siswa diminta memerankan sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya.
6. Tutorial
Tutorial dapat diartikan sebagai penyajian informasi, konsep dan prinsip yang melibatkan siswa secara aktif di dalamnya. metode ini biasanya digunakan untuk aktifitas pembelajaran yang bersifat perbaikan atau remedial.
7. Demonstrasi
Dalam metode demonstrasi, seorang instruktur memperlihatkan cara melakukan proses atau prosedur tertentu secara sistematik kepada siswa. metode ini akan memberi dampak positif jika diikuti dengan aktivitas praktek oleh siswa. siswa mengamati cara instruktur melakukan proses kerja dengan benar.
8. Penemuan
Penemuan merupakan metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan induktif, siswa untuk dapat menemukan sesuatu secara coba-coba atau trial and error. dengan mempelajari kasus-kasus, siswa akan menemukan prinsip-prinsip dari pengetahuan yang dipelajari.
9. Latihan
Metode latihan dan pengulangann biasa disebut juga dengan istilah drill and practice, yaknii metode yang menekankan pada latihan intensive yang berulang-ulang dengan tujuan agar siswa dapat menguasai keterampilan yang bersifat spesifik. latihan dan pengulangan akan mengarahkan siswa untuk menguasai pengetahuan keterampilan dalam topic atau mata pelajaran tertentu.
10. Kerjasama
Metode kerjasama menekankan pada upaya untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui kolaborasi antar siswa. dalam melakukan metode pembeljaran ini, para siswa diminta untuk menghasilkan sebuah proyek bersama dengan bimbingan intensive dari instruktur atau guru.
7. Alat/ Media
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran, yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video dan sebagainya.
8. Sumber
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran atau asal untuk belajar seseorang.
Roestiyah (1989:52) menyatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
Manusia (dalam keluarga, seklah dan masyarakat)
Buku/perpustakaan
Media massa (majalah, surat kabar, radio, TV, dll)
Dalam lingkungan
Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol, dll)
Museum (tempat-tempat penyimpanan benda kuno)
9. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkanca dan Sumatana (1983:1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau prses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Bebeda dengan pendapat tersebut, Dr. Roestiyah N. K (1989:85) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan, mengumpulkan data-data seluas-luasnya, sedalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas peserta didik guna mengetahui sebab akibat dari hasil belajar peserta didik yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam system proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen system pembelajaran.
BAB III
KESIMPULAN
Ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Komponen-komponen Pembelajaran terdiri dari:
1. Tujuan
2. Guru
3. Siswa
4. Materi Pembelajaran
5. Kegiatan Belajar Mengajar
6. Metode
7. Alat/bahan
8. Sumber
9. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Pribadi,Benny.A.2009.Model Desain Sistem Pembelajaran.Dian Rakyat.Jakarta.
Sanjaya,Wina.2010.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Prenada.Jakarta.
Tanjung,Flores.2011.Strategi Belajar Mengajar Sejarah.UNIMED.
http://husamah.staff.umm.ac.id/files/2010/03/MakaLah-Komponen-PembeLajaran.pdf
CIRI-CIRI DAN KOMPONEN PEMBELAJARAN
Disusun oleh:
Kelompok III
Elsa Ridiza
Irfan Senjaya
Juaiiyah
Lili Indriyani
Putri Puspita Sari
Supania
Tri Septia Ningrum
Kelas A-Reg 2009
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.
Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian :
1. Upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992)
2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (HasibuanJ.J,1992)
3. Suatu usaha untuk membuatsiswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne)
Dan pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967,hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
A. CIRI-CIRI BELAJAR MENGAJAR
Menurut Eggen& Kauchak (1998) menjelaskan bahwa ada enam cirri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Menurut Edi Suardi, ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk peserta didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan peserta didik sebagai pusat perhatian.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat menvapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula.
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
4. Ditandai dengan aktifitas peserta didik. Sebagai konsekuensinya bahwa peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5. Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin diartikan sebagi suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun peserta didik dengan sadar.
7. Ada batas waktu. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus dicapai.
8. Evaluasi. Evaluasi harus dilakukan utnuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
B. KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiman, kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa itu harus adil, yakni adanya komunikasi yang timbal balik di antara keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.
Komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih terperinci komponen pembelajaran.
1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Karena tujuan merupakan unsure penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun tujuan tidak diabaikan. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dibawa sesuka hati kecuali untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dr. Roestiyah N.K (1989:44) menyatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku perserta didik yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan focus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976: 297).
Tujuan pengajaran terbagi menjadi 2 macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP).
2. Guru
Guru Guru dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara.
3. Siswa
Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikut suatu program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebaai sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana. Siswa adalah inti dari proses belajar mengajar. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kemp(1997:4),” students are the center of the teaching and learning process, so they have to be involved in almost all the phrases of the classroom interaction from planning to evaluation.” Untuk mendorong keterlibatan itu sendiri, Brown(1987:115) menekankan pentingnya perhatian pada motivasi belajar siswa. “The foreign language learner who is intrinsically meeting in needs in learning the language will positively motivated to learn. When students are motivated to learn, they usually pay attention, become actively involved in the learning and direct their energies to the learning task.”
4. Bahan pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada peserta didik.
Bahan pelajaran menurut Arikunto (1990) merupakan unsure inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik.
Jadi, bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik akan memotivasi peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan dalam pelajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Sedangkan menurut Prof. DR. H. Wina Sanjaya, M. Pd (2010:60) isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam system pembelajaran. Dalam konteks tertentu materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran yang diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami perlu secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar.
5. Kegiatan belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan pembelajaran guru dan peserta didik terlibat dalm interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu peserta didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Dalam kegiatan pembelajaran aktivitas peserta didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial atau interaksi dalam kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual peserta didik baik pada aspek biologis, intelektual, dan fsikologis.
6. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pembelajaran berakhir.
Winarno Surakhman, mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi pengguanaan metoda mengajar antar lain ;
- Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
- Peserta didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya
- Situasi yang berbagai-bagai keadaannya
- Fasilitas yang berbagai-bagai keadaanya
- Pribadi guru serta kemampuan professional yang berbeda-beda
Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk mencapai tujuan atau kompetensi. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran atau melakukan internalisasi terhadap isi atau materi pembelajaran. (Smaldino dkk. 2005. p.15).
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih untuk digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Setiap metode memiliki cirri khas tersendiri yang penngunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Ragam metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain presentasi, diskusi, permainan, simulasi, bermain peran, tutorial, demonstrasi, penemuan, latihan dan kerjasama.
1. Presentasi
Penyampaian informasi dan pengetahuan dari seseorang presenter dengan menggunakan pendekatan komunikasi satu arah. Dalam metode pembelajaran ini, presenter memiliki kemampuan spesifik yang perlu disampaikan kepada pemirsa (audience). Dalam hal ini, pemirsa adalah pesera program pelatihan atau trainee.
2. Diskusi
Metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara membahas masalah atau topic penting untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan. Setiap peserta dapat memberikan opini terhadap masalah atau topic yang didiskusikan.
3. Permainan
Metode pembelajaran ini bersifat kompetitif dan mengarahkan siswa untuk dapat mencapai prestasi atau hasil belajar tertentu. Permainan harus menyenangkan dan memberi pengalaman belajar baru bagi siswa. Pada umumnya, dalam metode pembelajaran permainan, ada pihak yang menang. Pihak yang menang akan mendapat reward, sedangkan pihak yang kalah perlu berlatih lebih keras untuk memenangkan permainan.
4. Simulasi
Metode pembelajaran ini mengharuskan siswa melakukan peran tertentu diluar dirinya sendiri atau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan dalam sebuaj situasi baru. melalui proses simulasi, siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang mendekati situasi nyata.
5. Bermain peran
Bermain peran merupakan kegiatan belajar dalam sebuah situasi yang mendakati situasi yang sesungguhnya. dalam metode ini biasanya digunakan model yang relistik. Dalam metode pembelajaran ini, siswa diminta memerankan sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya.
6. Tutorial
Tutorial dapat diartikan sebagai penyajian informasi, konsep dan prinsip yang melibatkan siswa secara aktif di dalamnya. metode ini biasanya digunakan untuk aktifitas pembelajaran yang bersifat perbaikan atau remedial.
7. Demonstrasi
Dalam metode demonstrasi, seorang instruktur memperlihatkan cara melakukan proses atau prosedur tertentu secara sistematik kepada siswa. metode ini akan memberi dampak positif jika diikuti dengan aktivitas praktek oleh siswa. siswa mengamati cara instruktur melakukan proses kerja dengan benar.
8. Penemuan
Penemuan merupakan metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan induktif, siswa untuk dapat menemukan sesuatu secara coba-coba atau trial and error. dengan mempelajari kasus-kasus, siswa akan menemukan prinsip-prinsip dari pengetahuan yang dipelajari.
9. Latihan
Metode latihan dan pengulangann biasa disebut juga dengan istilah drill and practice, yaknii metode yang menekankan pada latihan intensive yang berulang-ulang dengan tujuan agar siswa dapat menguasai keterampilan yang bersifat spesifik. latihan dan pengulangan akan mengarahkan siswa untuk menguasai pengetahuan keterampilan dalam topic atau mata pelajaran tertentu.
10. Kerjasama
Metode kerjasama menekankan pada upaya untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui kolaborasi antar siswa. dalam melakukan metode pembeljaran ini, para siswa diminta untuk menghasilkan sebuah proyek bersama dengan bimbingan intensive dari instruktur atau guru.
7. Alat/ Media
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran, yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video dan sebagainya.
8. Sumber
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran atau asal untuk belajar seseorang.
Roestiyah (1989:52) menyatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
Manusia (dalam keluarga, seklah dan masyarakat)
Buku/perpustakaan
Media massa (majalah, surat kabar, radio, TV, dll)
Dalam lingkungan
Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol, dll)
Museum (tempat-tempat penyimpanan benda kuno)
9. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkanca dan Sumatana (1983:1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau prses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Bebeda dengan pendapat tersebut, Dr. Roestiyah N. K (1989:85) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan, mengumpulkan data-data seluas-luasnya, sedalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas peserta didik guna mengetahui sebab akibat dari hasil belajar peserta didik yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam system proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen system pembelajaran.
BAB III
KESIMPULAN
Ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Komponen-komponen Pembelajaran terdiri dari:
1. Tujuan
2. Guru
3. Siswa
4. Materi Pembelajaran
5. Kegiatan Belajar Mengajar
6. Metode
7. Alat/bahan
8. Sumber
9. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Pribadi,Benny.A.2009.Model Desain Sistem Pembelajaran.Dian Rakyat.Jakarta.
Sanjaya,Wina.2010.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Prenada.Jakarta.
Tanjung,Flores.2011.Strategi Belajar Mengajar Sejarah.UNIMED.
http://husamah.staff.umm.ac.id/files/2010/03/MakaLah-Komponen-PembeLajaran.pdf
Minggu, 24 April 2011
MAKALAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BAB I
PENDAHULUAN
Mubiyarto (1994) membagi tipologi desa tertinggal di Propinsi Jawa Tengah ke dalam sembilan tipologi berdasarkan komoditas basis pertanian dan kegiatan mayoritas petani pada desa tersebut. Kesembilan karakteristik desa adalah desa persawahan, desa lahan kering, desa perkebunan, desa peternakan, desa nelayan, desa hutan, desa industri kecil, desa buruh industri, serta desa jasa dan perdagangan.
Pembangunan desa akan semakin menantang di masa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih demokratis. Akan tetapi desa sampai kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakni terbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun yang lainnya.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia. Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian.
Adapun sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah tercipanya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan; dan keenam, pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebijakan adalah pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam melaksanakan (memanage) suatu program untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan adalah semua kegiatan (planning) yang dilakukan sebelum melakukan suatu kegiatan, dari suatu program proyek, yakni menentukan tujuan objective, tujuan antara, kebijakan, prosedur dan program.
Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu
yang panjang.
Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi.
Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yang sedang berkembang.
Rostow (1971) juga menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga lebih banyak output daripada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyaralat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci diantara tahapanini adalah tahap lepas landas yang didorong oleh satu atau lebih
sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini telah menarik bersamanyabagian
ekonomi yang kurang dinamis.
Menurut Hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. Hal ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat. Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit.
Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah pembangunan pedesaan. Menurut Haeruman ( 1997 ), ada dua sisi pandang untuk menelaah pedesaan, yaitu:
1. Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
2) Sisi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan dari luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan.
Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung didesa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2. Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan Pembangunan Daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara Perencanaan,
Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan.
4. Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat
5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
B. Pembagian desa berdasarkan tahap pembangunannya
Sebelum mengetahui kebijakan yang harus dibuat dalam pembangunan sebuah desa maka harus dikenali terlebih dahulu jenis desanya. Oleh karena itu, akan dipaparkan desa berdasarkan tahap pembangunannya sebagai berikut:
1. Desa Primitif
Belum mengalami sentuhan perubahan kebudayaan (sivilisasi) manusia. Contoh: desa-desa di Irian Jaya, penduduknya masih menggunakan koteka, desa-desa masyarakat tertinggal di Riau dan Jambi (Orang Sakai), Desa-desa orang baduy di Jawa Barat dan desa-desa masyarakat Dayak di Kalimantan dengan cara bertani berpindah-pindah.
Ciri-cirinya antara lain:
- Masyarakat terisoler, belum bersentuhan dengan kehidupan modern atau sangat sedikit bersentuhan
- Cara bertani sangat primitif, menanam ubi, berburu, bakar hutan, pertanian berpindah-pindah
- Belum ada yang bersekolah atau baru mulai satu-satu.
- Kebanyakan masih memakai alat-alat primitive buatan tangan
- Keper cayaan umumnya belum agama, tetapi masih berupa aliran kepercayaan
2. Desa tradisonal
Beberapa ciri-cirinya;
- Sudah mengalami sentuhan dengan kehidupan modern, tetapi adopsi kebudayaan baru lambat, umumnya terisolir
- Tingkat kemajuan lambat, masih tahap prakapitalis
- Pertumbuhan produksi hamper nol atau stagnan
- Masih kuat memegang tradisi lamat, adat istiadat, ritual yang berakar dalam
- Kehidupan kelompok cukup kuat; masih ada hubungan patron clien alam kepemimpinan desaatau pemimpin marga, tokoh adat atau pedagang desa dan tuan tanah desa.
- Sudah ada kepala desa diangkat pemerintah atau dipilih maasyrakat, namun kalu tidak sesuai pola hubungan patron klien kurang berhasil.
- Pendidikan lemah dan adopsi tegnologi baru dan hubungan dengan dunia luar lemah.
- Sebagian besar desa tradisional masyarakatnya bersifat subsistem atau produksi untuk pasaar belum berkembang.
- Penggunaan uang masih terbatas. Alat menabung masih fisik, seperti ternak atau emas. Juga berkeinginan menabung masih rendah.
3. Desa Transisonal
Ciri-cirnya adalah:
- Kontak dengan dunia luar sudah cukup besar, seperti ke pasar, ke sekolah bekerja ke kota/ tempat lain atau melalui perpindahan penduduk, termasuk urbanisasi.
- Banyak mengadopsi tegnologi baru, siap menerima pembaharuan, penyuluhan dan pendidikan
- Produktivitas kegiatan ekonomi, seperti pertanian, peternakan mengalami peningkatan
- Proses produksi sedang mengalami perubahan cukup berat, melalui adopsi tegnologi
- Komersialisasi sudah cukup tinggi, pasar digunakan untuk menjual hasil dan membeli input produksi
- Penggunaan tenaga kerja luar dan adanya pasar upah tenaga kerja mulai berkembang
- Tabungan berkembang dan sebagian dalam bentuk ruang
4. Desa Maju/Modern
Ciri-cirinya:
- Memanfaatkan tegnlogi baru
- Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sehingga jenis komoditi yang diproduksi selalu disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
- Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma Pertanian berubah menjadi Agribisnis dan Agroindustri dan perdagangan berkembang.
- Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human investment
- Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis pedesaan seperti pertanian, industry desa, pertambangan, pariwisata dan lain-lain.
C. Masalah-Masalah Dalam Pembangunan
Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov dan boeke, terutama didasarkan atas sistem sosial atau kebudayaan yang berakar dalam yang membuat Teori Ekonomi Modern seolah-olah tidak dapat diterapkan di desa-desa atau masyarakat seperti ini. Tetapi selain masalah yang berasal dari sistem sosial atau kebudayaan, sebenarnya banyk masalah lain yang menyebabkan timbulnya masalah pembangunan desa pada desa-desa tradisional, masalah-masalah tersebut terutama adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yang berat, sehingga pemilikan tanah semakin berkurang, terutama pada wilayah yang terbatas lahannya (Sumber Daya Alam)
2. Tingkat Pendidikan rendah yang menyebabkan adopsi tegnologi rendah dan stagnansi produk juga masalah lain yang bisa timbul dengan serius seperti masalah kesehatan, rendahnya produktivitas kerja dan masalah kepemimpinan desa.
3. Keterisolasian desa yang membuat hubungan dengan dunia luar sulit dan lambat dan tidak dapat memanfaatkan keuntungan dengan dunia luar
Masalah-masalah yang terjadi di desa Transisional adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk yang cepat (sama dengan desa Tradisional)
2. Masalah pertanahan timbul, karena hubungan dengan dunia luar
3. Tingkat pendidikan rendah (Sama dengan desa tradisional)
4. Tingkat adopsi tegnologi yang mudah dan tidak tersedianya tegnologi spesifik lokal
5. Keterisolasian desa dan lambatnya pembangunan prasarana jalan
6. Masalah pembangunan prasarana lain seperti irigasi, drainase
7. Masalah pemasaran hasil-hasil pertanian
8. Masalah pengadaan modal untuk pembaharuan usaha-usaha pertanian (perkreditan dan akumulasi modal)
Masalah ini perlu dimengerti keadaannya, baik pada desa tradisional maupun pada desa transisional agar kebijakan dan perencanaan pembangunan desa dapat dibuat dengan cukup lebih baik.
Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan kewenangannya dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan kemandirian serta kesejahteraan masyarakat belum dapat optimal karena terdapat berbagai permasalahan, seperti;
1. Terlalu cepatnya perubahan berbagai peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan kebingungan ditingkat pelaksana dan terkadang peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan kurang lengkap dan memadai;
2. fasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah masih sering terlambat;
3. terbatasnya tingkat kesejahteraan para penyelenggaran pemerintahan desa;
4. sebagian kualitas aparat pemerintahan desa masih terbatas dalam menggalang partisipasi masyarakat, menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian dalam membangun, memanfaatkan, memelihara serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan;
5. sangat terbatasnya sarana dan prasarana pemerintahan desa
6. belum terdapat kepastian mengenai kewenangan dan sumber pendapatan
D. Kebijakan Pembangunan Desa
Bertolak dari permasalahan diatas, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud antara lain:
(a) Pemantapan kerangka aturan
(b) Penataan kewenangan dan standar pelayanan minimal Desa;
(c) Pemantapan kelembagaan;
(d) Pemantapan administrasi dan keuangan Desa;
(e) Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa dan
(f) peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas, program prioritas yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi:
1. Pemantapan kerangka aturan:
Lingkup kegiatannya yaitu; mempercepat penyelesaian Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa yang sesuai dengan prinsip keanekaragaman, demokratisasi, otonomi, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
2. Penataan organisasi dan kewenangan:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa beserta kewenangan yang harus dimilikinya;
3. Pemantapan sumber pendapatan dan kekayaan desa:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan manajemen perimbangan keuangan antara Kabupaten/Kota dengan Desa terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan pendapatan asli desa, upaya penga-daan bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi kepada desa, pembentukan badan usaha milik desa serta peningkatan dayaguna dan hasil guna aset yang dimiliki maupun yang dikelola oleh desa.
4. Penataan sistem informasi dan administrasi pemerintahan desa yang mudah, cepat, dan murah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar.
5. Pemantapan dan pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih mampu menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan nilai-nilai sosial budaya setempat.
6. Pengadaan sarana dan prasarana:
Lingkup kegiatannya yaitu; penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan desa yang memadai dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat yang terdepan.
Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa Tertinggal, dan Program Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan dalah satu upaya pemerintah dalam rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya dari perkotaan. Guna mendorong peningkatan pangan, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan adalah KOGM (Komando Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya.
Akan tetap program-program tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani karena harga beras lokal masih relative lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras impor. Sedangkan dana penGembalian LUT sampai saat ini banyak yang menunggak karena petani tidak mampu membayar cicilan tersebut. Adapun program IDT dan PPTAD lebih cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat umum kurang tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan pembangunan masyarakat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, tidak terakomodasinya keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah, dan kualiatas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah.
Berdasarkan pengalaman tersebut sudah seharusnya pendekataan pembangunan pedesaan mulai diarahkan secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik dilihat dari sisi kondisi, potensi dan prospek dari masing-masing daerah. Namun di dalam penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tiga kelompok (Haeruman, 1997), yaitu :
1. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada pendiptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, dan perlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang.
2. Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan.
3. Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan harus dilaksanakan melalui pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pernyataan yang mengkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitik beratkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Di dalam kenyataan, pendekatan regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan mempunyai posisi trategis dalam arti ekonomi-politis. Oleh karena arah yang dituju adalah gabungan antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dimensi sektoral dengan dimensi spasial.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
Pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Pembagian desa menurut tahap pembangunannya terbagi atas:
1. Desa Primitif
2. Desa Tradisional
3. Desa Transisional
4. Desa Maju
Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa Tertinggal, dan Program Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan dalah satu upaya pemerintah dalam rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya dari perkotaan. Guna mendorong peningkatan pangan, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan adalah KOGM (Komando Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya.
SUMBER:
Sinuhaji, Minah.2011. Bahan Ajar “Perencanaan dan Pembangunan Wilayah”.UNIMED. Medan.
Sumber internet:
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8197/
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_9038/title_pelaksanaan-inpres-tentang-pembangunan-desa/
http://www.kebumenkab.go.id/index.php?module=htmlpages&func=display&pid=67
www.forumdesa.org
PENDAHULUAN
Mubiyarto (1994) membagi tipologi desa tertinggal di Propinsi Jawa Tengah ke dalam sembilan tipologi berdasarkan komoditas basis pertanian dan kegiatan mayoritas petani pada desa tersebut. Kesembilan karakteristik desa adalah desa persawahan, desa lahan kering, desa perkebunan, desa peternakan, desa nelayan, desa hutan, desa industri kecil, desa buruh industri, serta desa jasa dan perdagangan.
Pembangunan desa akan semakin menantang di masa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih demokratis. Akan tetapi desa sampai kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakni terbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun yang lainnya.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia. Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian.
Adapun sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah tercipanya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan; dan keenam, pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebijakan adalah pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam melaksanakan (memanage) suatu program untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan adalah semua kegiatan (planning) yang dilakukan sebelum melakukan suatu kegiatan, dari suatu program proyek, yakni menentukan tujuan objective, tujuan antara, kebijakan, prosedur dan program.
Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu
yang panjang.
Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi.
Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yang sedang berkembang.
Rostow (1971) juga menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga lebih banyak output daripada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyaralat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci diantara tahapanini adalah tahap lepas landas yang didorong oleh satu atau lebih
sektor. Pesatnya pertumbuhan sektor utama ini telah menarik bersamanyabagian
ekonomi yang kurang dinamis.
Menurut Hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. Hal ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat. Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit.
Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah pembangunan pedesaan. Menurut Haeruman ( 1997 ), ada dua sisi pandang untuk menelaah pedesaan, yaitu:
1. Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
2) Sisi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan dari luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan.
Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung didesa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2. Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan Pembangunan Daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara Perencanaan,
Penganggaran, Pelaksanaan dan Pengawasan.
4. Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat
5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
B. Pembagian desa berdasarkan tahap pembangunannya
Sebelum mengetahui kebijakan yang harus dibuat dalam pembangunan sebuah desa maka harus dikenali terlebih dahulu jenis desanya. Oleh karena itu, akan dipaparkan desa berdasarkan tahap pembangunannya sebagai berikut:
1. Desa Primitif
Belum mengalami sentuhan perubahan kebudayaan (sivilisasi) manusia. Contoh: desa-desa di Irian Jaya, penduduknya masih menggunakan koteka, desa-desa masyarakat tertinggal di Riau dan Jambi (Orang Sakai), Desa-desa orang baduy di Jawa Barat dan desa-desa masyarakat Dayak di Kalimantan dengan cara bertani berpindah-pindah.
Ciri-cirinya antara lain:
- Masyarakat terisoler, belum bersentuhan dengan kehidupan modern atau sangat sedikit bersentuhan
- Cara bertani sangat primitif, menanam ubi, berburu, bakar hutan, pertanian berpindah-pindah
- Belum ada yang bersekolah atau baru mulai satu-satu.
- Kebanyakan masih memakai alat-alat primitive buatan tangan
- Keper cayaan umumnya belum agama, tetapi masih berupa aliran kepercayaan
2. Desa tradisonal
Beberapa ciri-cirinya;
- Sudah mengalami sentuhan dengan kehidupan modern, tetapi adopsi kebudayaan baru lambat, umumnya terisolir
- Tingkat kemajuan lambat, masih tahap prakapitalis
- Pertumbuhan produksi hamper nol atau stagnan
- Masih kuat memegang tradisi lamat, adat istiadat, ritual yang berakar dalam
- Kehidupan kelompok cukup kuat; masih ada hubungan patron clien alam kepemimpinan desaatau pemimpin marga, tokoh adat atau pedagang desa dan tuan tanah desa.
- Sudah ada kepala desa diangkat pemerintah atau dipilih maasyrakat, namun kalu tidak sesuai pola hubungan patron klien kurang berhasil.
- Pendidikan lemah dan adopsi tegnologi baru dan hubungan dengan dunia luar lemah.
- Sebagian besar desa tradisional masyarakatnya bersifat subsistem atau produksi untuk pasaar belum berkembang.
- Penggunaan uang masih terbatas. Alat menabung masih fisik, seperti ternak atau emas. Juga berkeinginan menabung masih rendah.
3. Desa Transisonal
Ciri-cirnya adalah:
- Kontak dengan dunia luar sudah cukup besar, seperti ke pasar, ke sekolah bekerja ke kota/ tempat lain atau melalui perpindahan penduduk, termasuk urbanisasi.
- Banyak mengadopsi tegnologi baru, siap menerima pembaharuan, penyuluhan dan pendidikan
- Produktivitas kegiatan ekonomi, seperti pertanian, peternakan mengalami peningkatan
- Proses produksi sedang mengalami perubahan cukup berat, melalui adopsi tegnologi
- Komersialisasi sudah cukup tinggi, pasar digunakan untuk menjual hasil dan membeli input produksi
- Penggunaan tenaga kerja luar dan adanya pasar upah tenaga kerja mulai berkembang
- Tabungan berkembang dan sebagian dalam bentuk ruang
4. Desa Maju/Modern
Ciri-cirinya:
- Memanfaatkan tegnlogi baru
- Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sehingga jenis komoditi yang diproduksi selalu disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
- Mulai menerapkan sistem Agribisnis Paradigma Pertanian berubah menjadi Agribisnis dan Agroindustri dan perdagangan berkembang.
- Masyarakat sangat menghargai pedidikan, bersedia melakukan human investment
- Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan di kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis pedesaan seperti pertanian, industry desa, pertambangan, pariwisata dan lain-lain.
C. Masalah-Masalah Dalam Pembangunan
Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov dan boeke, terutama didasarkan atas sistem sosial atau kebudayaan yang berakar dalam yang membuat Teori Ekonomi Modern seolah-olah tidak dapat diterapkan di desa-desa atau masyarakat seperti ini. Tetapi selain masalah yang berasal dari sistem sosial atau kebudayaan, sebenarnya banyk masalah lain yang menyebabkan timbulnya masalah pembangunan desa pada desa-desa tradisional, masalah-masalah tersebut terutama adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yang berat, sehingga pemilikan tanah semakin berkurang, terutama pada wilayah yang terbatas lahannya (Sumber Daya Alam)
2. Tingkat Pendidikan rendah yang menyebabkan adopsi tegnologi rendah dan stagnansi produk juga masalah lain yang bisa timbul dengan serius seperti masalah kesehatan, rendahnya produktivitas kerja dan masalah kepemimpinan desa.
3. Keterisolasian desa yang membuat hubungan dengan dunia luar sulit dan lambat dan tidak dapat memanfaatkan keuntungan dengan dunia luar
Masalah-masalah yang terjadi di desa Transisional adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk yang cepat (sama dengan desa Tradisional)
2. Masalah pertanahan timbul, karena hubungan dengan dunia luar
3. Tingkat pendidikan rendah (Sama dengan desa tradisional)
4. Tingkat adopsi tegnologi yang mudah dan tidak tersedianya tegnologi spesifik lokal
5. Keterisolasian desa dan lambatnya pembangunan prasarana jalan
6. Masalah pembangunan prasarana lain seperti irigasi, drainase
7. Masalah pemasaran hasil-hasil pertanian
8. Masalah pengadaan modal untuk pembaharuan usaha-usaha pertanian (perkreditan dan akumulasi modal)
Masalah ini perlu dimengerti keadaannya, baik pada desa tradisional maupun pada desa transisional agar kebijakan dan perencanaan pembangunan desa dapat dibuat dengan cukup lebih baik.
Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan kewenangannya dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan kemandirian serta kesejahteraan masyarakat belum dapat optimal karena terdapat berbagai permasalahan, seperti;
1. Terlalu cepatnya perubahan berbagai peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan kebingungan ditingkat pelaksana dan terkadang peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan kurang lengkap dan memadai;
2. fasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah masih sering terlambat;
3. terbatasnya tingkat kesejahteraan para penyelenggaran pemerintahan desa;
4. sebagian kualitas aparat pemerintahan desa masih terbatas dalam menggalang partisipasi masyarakat, menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian dalam membangun, memanfaatkan, memelihara serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan;
5. sangat terbatasnya sarana dan prasarana pemerintahan desa
6. belum terdapat kepastian mengenai kewenangan dan sumber pendapatan
D. Kebijakan Pembangunan Desa
Bertolak dari permasalahan diatas, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud antara lain:
(a) Pemantapan kerangka aturan
(b) Penataan kewenangan dan standar pelayanan minimal Desa;
(c) Pemantapan kelembagaan;
(d) Pemantapan administrasi dan keuangan Desa;
(e) Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa dan
(f) peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas, program prioritas yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi:
1. Pemantapan kerangka aturan:
Lingkup kegiatannya yaitu; mempercepat penyelesaian Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa yang sesuai dengan prinsip keanekaragaman, demokratisasi, otonomi, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
2. Penataan organisasi dan kewenangan:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa beserta kewenangan yang harus dimilikinya;
3. Pemantapan sumber pendapatan dan kekayaan desa:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan manajemen perimbangan keuangan antara Kabupaten/Kota dengan Desa terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan pendapatan asli desa, upaya penga-daan bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi kepada desa, pembentukan badan usaha milik desa serta peningkatan dayaguna dan hasil guna aset yang dimiliki maupun yang dikelola oleh desa.
4. Penataan sistem informasi dan administrasi pemerintahan desa yang mudah, cepat, dan murah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar.
5. Pemantapan dan pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih mampu menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan nilai-nilai sosial budaya setempat.
6. Pengadaan sarana dan prasarana:
Lingkup kegiatannya yaitu; penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan desa yang memadai dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat yang terdepan.
Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa Tertinggal, dan Program Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan dalah satu upaya pemerintah dalam rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya dari perkotaan. Guna mendorong peningkatan pangan, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan adalah KOGM (Komando Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya.
Akan tetap program-program tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani karena harga beras lokal masih relative lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras impor. Sedangkan dana penGembalian LUT sampai saat ini banyak yang menunggak karena petani tidak mampu membayar cicilan tersebut. Adapun program IDT dan PPTAD lebih cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat umum kurang tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan pembangunan masyarakat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, tidak terakomodasinya keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah, dan kualiatas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah.
Berdasarkan pengalaman tersebut sudah seharusnya pendekataan pembangunan pedesaan mulai diarahkan secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik dilihat dari sisi kondisi, potensi dan prospek dari masing-masing daerah. Namun di dalam penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tiga kelompok (Haeruman, 1997), yaitu :
1. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada pendiptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, dan perlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang.
2. Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan.
3. Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan harus dilaksanakan melalui pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pernyataan yang mengkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitik beratkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Di dalam kenyataan, pendekatan regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang diharapkan mempunyai posisi trategis dalam arti ekonomi-politis. Oleh karena arah yang dituju adalah gabungan antara pendekatan sektoral dan regional, maka pembangunan daerah perlu selalu dikaitkan dimensi sektoral dengan dimensi spasial.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
Pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Pembagian desa menurut tahap pembangunannya terbagi atas:
1. Desa Primitif
2. Desa Tradisional
3. Desa Transisional
4. Desa Maju
Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan, misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa Tertinggal, dan Program Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan dalah satu upaya pemerintah dalam rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya dari perkotaan. Guna mendorong peningkatan pangan, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan adalah KOGM (Komando Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya.
SUMBER:
Sinuhaji, Minah.2011. Bahan Ajar “Perencanaan dan Pembangunan Wilayah”.UNIMED. Medan.
Sumber internet:
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8197/
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_9038/title_pelaksanaan-inpres-tentang-pembangunan-desa/
http://www.kebumenkab.go.id/index.php?module=htmlpages&func=display&pid=67
www.forumdesa.org
Sabtu, 26 Maret 2011
TEORI STRUKTUR PERKOTAAN
A. Theory Dari Burgess
Teori ini berasal dari telaah burgess atas struktur kota besar Chicago pada tahun 20-an yang kemudian diterbitkan berupa bukunya the city (1925). Sosiolog beraliran human ekologi ini mengemukakan bahwa kota-kota itu memekarkan diri bermula dari pusat ahlinya, sehingga nantinya oleh datangnya tambahan penduduk secara bertahap meluas ke wilayah-wilayah tepi dan keluar. Setiap aat pengamat dapat menemukan zone-zone beberapa buah yang bentuknya konsentrasi sehingga ini kepada kota-kota di pedalaman memberikan sruktur bergelang mengikuti aluran air ini nampak misalnya pada kota Amsterdam.
Teory burgess di atas dapat dibuktikan kebenarannya hanya di Negara-negara barat yang maju masyarakatnya ditambah lagi dengan syarat kondisi topografi lokal yang menguntungkan bagi rute komunikasi.
Menurut buku Struktur Tata Ruang Kota (Hadi Sabari Yunus) teory burgess ternyata banyak mempengaruhi perkembangan study kota selanjutnya. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui teori burgess ini . kelompok ini mengemukakan 4 alasan mengapa teori konsentris tidak disetujui yaitu:
1. Adanya pertentangan antara gradients dengan zonal boundaries.
Kritik ini mulai muncul dari Davie yang menyatakan bahwa gambaran konsentris sempurna seperti itu tidak sesuai dengan kenyataan. Adanya gradasi perubahan variabel-variabel dari pusat kota ke arah luar ternyata tidak jelas terlihat dari zona yang satu ke zona yang lain berikutnya. Kalau seandainya zonal boundaries itu betul mestinya batas antara zona dapat dilihat dan diacak dengan mudah. Menurut Davie (1937) ada 5 kenyataan yang tidak sesuai dengan teori konsentris, yaitu:
• Bentuk CBD mempunyai bentuk yang tidak teratur dan kebanyakan berbentuk segi empat atau persegi panjang dan bukannya bulat.
• Penggunaan lahan perdagangan meluas dari CBD ke arah luar secara menjari searah dengan route transportasi dan terkonsentrsi pada tempat-tempat strategis.
• Perumahan kelas rendah juga dapat terletak pada daerah industry dan daerah route transportasi.
• Industri terletak dekat jalur transportasi
• Perumahan yang lebih baik dapat terdapat dimana-mana.
2. Homoginitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
Sanggahan ini pertama kali dikemukaakan oleh Hatt(1946) pada artikelnya yang berjudul the concept of natural area. Sarajana ini bertolak dari ide natural area yang dikemukakan oleh burgess. Dalam kenyataanya bahwa keseragaman yang dikemukakan oleh burgessterhadap populasi masing-masing zona tidak terlihat dan didalam tiap zona justru terlihat variasi internal yang sangat besar. Dengan demikian jastifikasi ekologis untuk mengenali karakteristik zona yang ada tidak dapat dipertanggungjawabkandan perlu dicari kerangka pendekatan yang lain untuk mempelajari kehidupan perkotaan yang sangat kompleks ini.
3. Skema yang anakronistik/ out of date
Oleh karena pada dekade yang sama saja teorinya tidak dapat dipertahankan apalagi digunakan untuk menganalisis model keruangan kota di dunia dengan latar belakang spasial dan temporal yang bervariasi.
4. Teorinya kurang bersifat universal
Oleh Burgess dikemukakan bahwa teorinya hanya berlaku pada kota-kota industri di Amerika yang sedang berkembang dengan cepat, namun kenyataannya telah diangkat sebagai suatu dasar analisis untuk semua kota-kota secara umum. Berdasarkan kajian dari berbagai kota-kota lain, khusus nya diluar Amerika, ternyata peranan kondisi politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi terhadap pembentukan pola keruangan kotanya sangat besar . secara garis besar, sanggahan terhadap teori burgess tersebut didasarkan pada
• Teori hanya berlaku pada kondisi yang sangat terbatas baik waktu, tempat, dan kondisi politik, ekonomo, sosial budaya.
• Ketidakcocokannya antara ide zona yang ada dengan ide gradient dari pusat kota kearah luar. Namun demikian perlu dicatat bahwa tidak semua ide-ide penyanggah sendiri dapat dipertahankan.
B. Teori Sektor Dari Hoyt
Menurut Homer Hoyt yang mengadakan riset-riset pada tahun 30-an, proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor-sektor dari pada sistem gelang sebagaimana dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt pun meneliti kota Chicago dengan maksud mendalami ciri-ciri DBD yang menempati pusat kota, sehubungan itu ia berpendapat bahwa pengelompokan tata guna tanah menjulur seperti irisan kue tart. Bersama itu terjadilah perbedaan kawasan kota berdasarkan jenis pergedungan ataupun kelompok penduduk tanpa keterangan latar belakang kejadiannya.
Dengan demikian, pendirian perumahan bagi kaum elit akan mendorong mahalnya tanah-tanah yang berlokasi di tepi-tepinya. Logis pula bahwa perumahan kaum buruh akan meluaskan diri dengan cara menyambung pada kompleks yang telah ada, kemudian lokasi untuk industri-industri baru. Begitulah kota akan memekarkan diri mengikuti pola irisan kue disebut sektor-sektor itu.
Para geograf masih menghubungkan lagi dengan latar belakang geografi alam dari kota yang bersangkutan serta rute-rute transportasi. Tanah yang datar memungkinkan pembuatan jaringan jalan, rel kereta api, dan terusan yang murah. Akibatnya sebuah kota perindustrian cenderung untuk mekar dengan cara memanjang. Demikian pula lokasi kota di tepi pelerengan, cenderung mekar melengkkung mengikuti bujuran lereng tersebut, ini yang menyangkut perumahan penduduknya.
Hoyt menemukan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektor-sektor kota, jadi tak berarti bahwa pajak tertinggi harus kedapatan di dekat pusat kota. Seperti halnya pada teori Burgess yang konsentris tadi. Selanjutnya ditemukan pula bahwa makin ke dalam kota, dalam sektor yang sama, bangunan gedung / perumahan makin kuno, juga bahwa makin ke pusat kota fungsi industri makin berkurang atau makin mengalami perubahan. Sebaliknya perindustrian berkembang pesat di pinggiran kota yang lebar sektornya memang membesar.
C. Teori Pusat Kegiatan Banyak (Multiple Nuclei Theory) Dari Harris Ullman
Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1945 oleh Harris dan Ullman. Mereka berpendapat bahwa meskipun pola konsentris dan sektoral dalam kota ada, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang sekedar diteorikan oleh Burgess dan Hoyt masing-masing.
Mereka jelaskan secara khusus bahwa pertumbuhan kota yang bermula dari suatu pusat menjadi ruwet bentuknya. Ini disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing akan berfungsi menjadi kutub pertumbuhan. Di sekeliling nucleus- nucleus baru itu akan mengelompok tata guna tanah yang / bersambungan secara fungsional. Keadaan seperti itu akan melahirkan struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Tempat-tempat yang bertipe nucleus itu misalnya pelabuhan udara, kompleks industri, kampus universitas, pelabuhan laut atau stasiun besar. Yang memiliki nucleus bukan hanya kota, juga desa-desa besar atau kota-kota kecil yang pusatnya merupakan pusat pelayanan bagi penduduk. Lalu terjadi di sekitarnya pengelompokan tata guna tanah dengan perhitungan keuntungan ekonomis. Industri mencari lokasi di dekat terminal transportasi, perumahan baru mencari lokasi dekat pusat-pusat perbelanjaan. Juga ada gejala bahwa para spesialis (dokter, pedagang, cenderung berpraktek di kawasan kota yang tertentu ).
Teori Burgess dan Hoyt hanya menunjukkan contoh-contoh dari realitas belaka. Sebenarnya ciri-ciri persebaran jenis-jenis tanah ditentukan olrh faktor-faktor yang unik berupa situs kota dan sejarahnya pula yang khas. Demikian secara ringkas kritik Harris dan Ullman.
Faktor-faktor Penyebab Aglomerasi/Disaglomerasi Fungsi:
1) Fasilitas-fasilitas yang khusus tertentu (specialized facilities)
Menurut pendapatnya, kegiatan-kegiatan tertentu membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu, sebagai contoh; daerah-daerah pengecer/retail “districts” dalam kegiatannya sangat membutuhkan aksesibilitas yang maksimal. Hal ini mempunyai pengertian yang berbeda dengan ide sentralitas geometri. Misalnya distrik pelabuhan akan menguntungkan bila terletak pada pinggiran perairan yang dapat dilayari; daerah pabrik-pabrik hendaknya dekat dengan lokasi sarana angkutan yang besar dan lainnya.
2) Faktor Ekonomi Eksternal (external economies)
Seperti terjadi di kota-kota besar, adanya pengelompokan fungsi-fungsi yang sejenis menimbilkan keuntungan tersendiri. Pengelompokan akan berarti peningkatan konsentrasi pelanggan-pelanggan potensial dan memudahkan dalam membandingkan satu sama lain.
3) Faktor Saling Merugikan Antar Fungsi yang Tidak Serupa
Antagonism antar pengembangan pabrik-pabrik dan pengembangan permukiman kelas tinggi merupakan contoh yang sangat nyata. Konsentrasi pejalan kaki yang sangat tinggi, mobil-mobil di daerah pengecer (retail district) sangat antagonistic terhadap pemusatan fasilitas transportasi kereta api dan juga terhadap daerah untuk bongkat muat barang-baranng pada “wholesale district” atau daerah-daerah industry besar atau sebaliknya.
4) Faktor Kemampuan Ekonomi Fungsi yang Berbeda
Sering kali terjadi bahwa fungsi-fungsi tertentu justru tidak menempati lokasi yang sebenarnya ideal karena ketidakmampuan ekonomi. Sebagai contoh perumahan kelas tingakat rendah tidak mampu menempati lahan yang nyaman dengan pemandangan yang indah karena tingginya sewa lahan pada lokasi seperti ini. Adanya persaingan bebas, menempatkan “permukiman kelas tinggi” pada lokasi lahan tersebut karena mampu membayar sewa yang tinggi dan permukiman murah/ sesuai dengan kemampuan ekonominya.
Sumber:
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa.Bandung. PT.Alumni Bandung.
Yunus, Hadi Sabari.2004. Struktur Tata Ruang Kota.Yogyakarta.Pustaka pelajar.
Teori ini berasal dari telaah burgess atas struktur kota besar Chicago pada tahun 20-an yang kemudian diterbitkan berupa bukunya the city (1925). Sosiolog beraliran human ekologi ini mengemukakan bahwa kota-kota itu memekarkan diri bermula dari pusat ahlinya, sehingga nantinya oleh datangnya tambahan penduduk secara bertahap meluas ke wilayah-wilayah tepi dan keluar. Setiap aat pengamat dapat menemukan zone-zone beberapa buah yang bentuknya konsentrasi sehingga ini kepada kota-kota di pedalaman memberikan sruktur bergelang mengikuti aluran air ini nampak misalnya pada kota Amsterdam.
Teory burgess di atas dapat dibuktikan kebenarannya hanya di Negara-negara barat yang maju masyarakatnya ditambah lagi dengan syarat kondisi topografi lokal yang menguntungkan bagi rute komunikasi.
Menurut buku Struktur Tata Ruang Kota (Hadi Sabari Yunus) teory burgess ternyata banyak mempengaruhi perkembangan study kota selanjutnya. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui teori burgess ini . kelompok ini mengemukakan 4 alasan mengapa teori konsentris tidak disetujui yaitu:
1. Adanya pertentangan antara gradients dengan zonal boundaries.
Kritik ini mulai muncul dari Davie yang menyatakan bahwa gambaran konsentris sempurna seperti itu tidak sesuai dengan kenyataan. Adanya gradasi perubahan variabel-variabel dari pusat kota ke arah luar ternyata tidak jelas terlihat dari zona yang satu ke zona yang lain berikutnya. Kalau seandainya zonal boundaries itu betul mestinya batas antara zona dapat dilihat dan diacak dengan mudah. Menurut Davie (1937) ada 5 kenyataan yang tidak sesuai dengan teori konsentris, yaitu:
• Bentuk CBD mempunyai bentuk yang tidak teratur dan kebanyakan berbentuk segi empat atau persegi panjang dan bukannya bulat.
• Penggunaan lahan perdagangan meluas dari CBD ke arah luar secara menjari searah dengan route transportasi dan terkonsentrsi pada tempat-tempat strategis.
• Perumahan kelas rendah juga dapat terletak pada daerah industry dan daerah route transportasi.
• Industri terletak dekat jalur transportasi
• Perumahan yang lebih baik dapat terdapat dimana-mana.
2. Homoginitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
Sanggahan ini pertama kali dikemukaakan oleh Hatt(1946) pada artikelnya yang berjudul the concept of natural area. Sarajana ini bertolak dari ide natural area yang dikemukakan oleh burgess. Dalam kenyataanya bahwa keseragaman yang dikemukakan oleh burgessterhadap populasi masing-masing zona tidak terlihat dan didalam tiap zona justru terlihat variasi internal yang sangat besar. Dengan demikian jastifikasi ekologis untuk mengenali karakteristik zona yang ada tidak dapat dipertanggungjawabkandan perlu dicari kerangka pendekatan yang lain untuk mempelajari kehidupan perkotaan yang sangat kompleks ini.
3. Skema yang anakronistik/ out of date
Oleh karena pada dekade yang sama saja teorinya tidak dapat dipertahankan apalagi digunakan untuk menganalisis model keruangan kota di dunia dengan latar belakang spasial dan temporal yang bervariasi.
4. Teorinya kurang bersifat universal
Oleh Burgess dikemukakan bahwa teorinya hanya berlaku pada kota-kota industri di Amerika yang sedang berkembang dengan cepat, namun kenyataannya telah diangkat sebagai suatu dasar analisis untuk semua kota-kota secara umum. Berdasarkan kajian dari berbagai kota-kota lain, khusus nya diluar Amerika, ternyata peranan kondisi politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi terhadap pembentukan pola keruangan kotanya sangat besar . secara garis besar, sanggahan terhadap teori burgess tersebut didasarkan pada
• Teori hanya berlaku pada kondisi yang sangat terbatas baik waktu, tempat, dan kondisi politik, ekonomo, sosial budaya.
• Ketidakcocokannya antara ide zona yang ada dengan ide gradient dari pusat kota kearah luar. Namun demikian perlu dicatat bahwa tidak semua ide-ide penyanggah sendiri dapat dipertahankan.
B. Teori Sektor Dari Hoyt
Menurut Homer Hoyt yang mengadakan riset-riset pada tahun 30-an, proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor-sektor dari pada sistem gelang sebagaimana dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt pun meneliti kota Chicago dengan maksud mendalami ciri-ciri DBD yang menempati pusat kota, sehubungan itu ia berpendapat bahwa pengelompokan tata guna tanah menjulur seperti irisan kue tart. Bersama itu terjadilah perbedaan kawasan kota berdasarkan jenis pergedungan ataupun kelompok penduduk tanpa keterangan latar belakang kejadiannya.
Dengan demikian, pendirian perumahan bagi kaum elit akan mendorong mahalnya tanah-tanah yang berlokasi di tepi-tepinya. Logis pula bahwa perumahan kaum buruh akan meluaskan diri dengan cara menyambung pada kompleks yang telah ada, kemudian lokasi untuk industri-industri baru. Begitulah kota akan memekarkan diri mengikuti pola irisan kue disebut sektor-sektor itu.
Para geograf masih menghubungkan lagi dengan latar belakang geografi alam dari kota yang bersangkutan serta rute-rute transportasi. Tanah yang datar memungkinkan pembuatan jaringan jalan, rel kereta api, dan terusan yang murah. Akibatnya sebuah kota perindustrian cenderung untuk mekar dengan cara memanjang. Demikian pula lokasi kota di tepi pelerengan, cenderung mekar melengkkung mengikuti bujuran lereng tersebut, ini yang menyangkut perumahan penduduknya.
Hoyt menemukan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektor-sektor kota, jadi tak berarti bahwa pajak tertinggi harus kedapatan di dekat pusat kota. Seperti halnya pada teori Burgess yang konsentris tadi. Selanjutnya ditemukan pula bahwa makin ke dalam kota, dalam sektor yang sama, bangunan gedung / perumahan makin kuno, juga bahwa makin ke pusat kota fungsi industri makin berkurang atau makin mengalami perubahan. Sebaliknya perindustrian berkembang pesat di pinggiran kota yang lebar sektornya memang membesar.
C. Teori Pusat Kegiatan Banyak (Multiple Nuclei Theory) Dari Harris Ullman
Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1945 oleh Harris dan Ullman. Mereka berpendapat bahwa meskipun pola konsentris dan sektoral dalam kota ada, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang sekedar diteorikan oleh Burgess dan Hoyt masing-masing.
Mereka jelaskan secara khusus bahwa pertumbuhan kota yang bermula dari suatu pusat menjadi ruwet bentuknya. Ini disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing akan berfungsi menjadi kutub pertumbuhan. Di sekeliling nucleus- nucleus baru itu akan mengelompok tata guna tanah yang / bersambungan secara fungsional. Keadaan seperti itu akan melahirkan struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Tempat-tempat yang bertipe nucleus itu misalnya pelabuhan udara, kompleks industri, kampus universitas, pelabuhan laut atau stasiun besar. Yang memiliki nucleus bukan hanya kota, juga desa-desa besar atau kota-kota kecil yang pusatnya merupakan pusat pelayanan bagi penduduk. Lalu terjadi di sekitarnya pengelompokan tata guna tanah dengan perhitungan keuntungan ekonomis. Industri mencari lokasi di dekat terminal transportasi, perumahan baru mencari lokasi dekat pusat-pusat perbelanjaan. Juga ada gejala bahwa para spesialis (dokter, pedagang, cenderung berpraktek di kawasan kota yang tertentu ).
Teori Burgess dan Hoyt hanya menunjukkan contoh-contoh dari realitas belaka. Sebenarnya ciri-ciri persebaran jenis-jenis tanah ditentukan olrh faktor-faktor yang unik berupa situs kota dan sejarahnya pula yang khas. Demikian secara ringkas kritik Harris dan Ullman.
Faktor-faktor Penyebab Aglomerasi/Disaglomerasi Fungsi:
1) Fasilitas-fasilitas yang khusus tertentu (specialized facilities)
Menurut pendapatnya, kegiatan-kegiatan tertentu membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu, sebagai contoh; daerah-daerah pengecer/retail “districts” dalam kegiatannya sangat membutuhkan aksesibilitas yang maksimal. Hal ini mempunyai pengertian yang berbeda dengan ide sentralitas geometri. Misalnya distrik pelabuhan akan menguntungkan bila terletak pada pinggiran perairan yang dapat dilayari; daerah pabrik-pabrik hendaknya dekat dengan lokasi sarana angkutan yang besar dan lainnya.
2) Faktor Ekonomi Eksternal (external economies)
Seperti terjadi di kota-kota besar, adanya pengelompokan fungsi-fungsi yang sejenis menimbilkan keuntungan tersendiri. Pengelompokan akan berarti peningkatan konsentrasi pelanggan-pelanggan potensial dan memudahkan dalam membandingkan satu sama lain.
3) Faktor Saling Merugikan Antar Fungsi yang Tidak Serupa
Antagonism antar pengembangan pabrik-pabrik dan pengembangan permukiman kelas tinggi merupakan contoh yang sangat nyata. Konsentrasi pejalan kaki yang sangat tinggi, mobil-mobil di daerah pengecer (retail district) sangat antagonistic terhadap pemusatan fasilitas transportasi kereta api dan juga terhadap daerah untuk bongkat muat barang-baranng pada “wholesale district” atau daerah-daerah industry besar atau sebaliknya.
4) Faktor Kemampuan Ekonomi Fungsi yang Berbeda
Sering kali terjadi bahwa fungsi-fungsi tertentu justru tidak menempati lokasi yang sebenarnya ideal karena ketidakmampuan ekonomi. Sebagai contoh perumahan kelas tingakat rendah tidak mampu menempati lahan yang nyaman dengan pemandangan yang indah karena tingginya sewa lahan pada lokasi seperti ini. Adanya persaingan bebas, menempatkan “permukiman kelas tinggi” pada lokasi lahan tersebut karena mampu membayar sewa yang tinggi dan permukiman murah/ sesuai dengan kemampuan ekonominya.
Sumber:
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa.Bandung. PT.Alumni Bandung.
Yunus, Hadi Sabari.2004. Struktur Tata Ruang Kota.Yogyakarta.Pustaka pelajar.
Kamis, 24 Maret 2011
TANAH OXISOL
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus)
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika Serikat dikenal dengan nama: Soil Taxonomy (USDA, 1975). Sistem klasifikasi ini menggunakan enam (6) kategori, yaitu:
1.Ordo
2.Subordo
3.Greatgroup
4.Subgroup
5.Family
6.Seri
Sistem klasifikasi tanah ini berbeda dengan sistem yang sudah ada sebelumnya. Sistem klasifikasi ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal:
1. Penamaan atau Tata Nama atau cara penamaan.
2. Definisi-definisi horison penciri.
3. Beberapa sifat penciri lainnya.
Oxisol menduduki rangking kelima di bumi, golongan ini berasal dari bahasa Prancis, Oxide yang berarti Oksida. Semua tanah yang memiliki horizon oksida, tergolong oxisol.Oxisol menurut system klasifikasi tanah 1949 meliputi tanah lateritik, Lastosol, dan laterit air tanah (Ground Water Laterite). Golongan tanah oxisol tersebar di daerah tropika dan paling luas di Afrika dan di Amerika Selatan.
Sub-order dari tanah oxisol adalah sebagai berikut:
1) Aquox, Aqua + ox isol, berasal dari Latin Aqua, air. Khas en hubungannya dengan perariran.
2) Humox, Hum us + ox isol, dari kata Yunani, Humus, bun
Artinya: Oxisol yang mengandung bahan organic
3) Orthox, Ortho os + ox isol, orth dari bahasa Yunani; ortho benar. Artinya oxisol biasa
4) Ustox, ust us + ox isol, Ust dari bahasa Latin ustus, terbakar. Oxisol terdapat pada region iklim kering, biasa musim panas yang kering.
5) Torrox, torr idus + ox isol. Torr berasal dari bahasa Latin torrid us, panas, kering. Artinya biasa kering.
Tanah oxisol memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Warna tanahnya merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah.
- Tanah latosol yang mempunyai sifat cepat mengeras bila tersing kap atau berada di udara terbuka disebut tanah laterit.
- kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.
- mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, sehingga kandungan mineral primer dan unsure hara rendah,
- konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relative seskwioksida di dalam tanah akibat pencucian silikat.
- Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm).
Berikut ini gambar tanah oxisol
Tanah Alfisol, Ultisol dan Oxisol termasuk kelompok tanah merah (Soepraptohardjo, 1961; dalam Buurman, 1980), bahan induk bersifat masam hingga ultra basa.
Ketersediaan unsur P dan K di tanah Oxisol sangat rendah, sebagai akibat dari pelapukan lanjut, dan terikat menjadi bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman, yaitu Fe- P, Al-P, FeAl-P dan bentuk lainnya.
Tanah oxisol banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas, pisang dan kopi.
Upaya pemanfaatan tanah Oxisol secara optimal, khususnya untuk pengembangan tanaman kelapa sawit memerlukan pemahaman yang tepat dan menyeluruh mengenai karakteristik tanah tersebut. (studi di Perkebunan Pelaihari Kalimantan Selatan pada Maret 2002). Pemanfaatan tanah Oxisol untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di kebun Pelaihari, harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut di antaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik
Daerah penyebaran Oxisol adalah daerah tropis dengan curah hujan tinggi (2000-7000 mm/tahun), terbentuk di daerah tuf, abu atau fan vulkanik yang telah mengalami pelapukan lanjut, dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung serta pada ketinggian 10 sampai 1000 m dari permukaan laut (Sarief:1985).
Terdapatnya penyebaran tanah Oxisol ini pada ketinggian 10 sampai 1000 m dpl, berarti tanah oxisol dapat ditemui di dataran rendah (0-600 m dpl) maupun di dataran tinggi (>600 m dpl), sehingga sangat besar kemungkinan sifat-sifat fisika tanah pada kedua macam daerah akan berbeda pula. Sebab perbedaan sifat fisika tanah sangat dipengaruhi oleh perbedaan faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, bahan induk, topografi, organisme dan waktu (Buol, Hole, Cracken, 1980).
Sumber:
Maidhal, 1993. Skripsi “Perbandingan sifat fisika tanah lapisan atas oxisol di dataran tinggi dan dataran rendah”. Universitas Andalas Fakultas Pertanian. Padang.
Syafi’i, Suryatna.1990. Ilmu Tanah. Angkasa Bandung. Bandung.
http://feiraz.wordpress.com/2008/11/08/geografi-tanah-indonesia/ diunduh 14:15 20 maret 2011
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:BJ3QQSPoj0YJ:www.docstoc.com/docs/32254322/KONSEP-TANAH+tanaman+yang+dapat+tumbuh+di+tanah+oxisol&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id diunduh 20:18 17 maret 2011
http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol diunduh 20:25 17 maret 2011
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika Serikat dikenal dengan nama: Soil Taxonomy (USDA, 1975). Sistem klasifikasi ini menggunakan enam (6) kategori, yaitu:
1.Ordo
2.Subordo
3.Greatgroup
4.Subgroup
5.Family
6.Seri
Sistem klasifikasi tanah ini berbeda dengan sistem yang sudah ada sebelumnya. Sistem klasifikasi ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal:
1. Penamaan atau Tata Nama atau cara penamaan.
2. Definisi-definisi horison penciri.
3. Beberapa sifat penciri lainnya.
Oxisol menduduki rangking kelima di bumi, golongan ini berasal dari bahasa Prancis, Oxide yang berarti Oksida. Semua tanah yang memiliki horizon oksida, tergolong oxisol.Oxisol menurut system klasifikasi tanah 1949 meliputi tanah lateritik, Lastosol, dan laterit air tanah (Ground Water Laterite). Golongan tanah oxisol tersebar di daerah tropika dan paling luas di Afrika dan di Amerika Selatan.
Sub-order dari tanah oxisol adalah sebagai berikut:
1) Aquox, Aqua + ox isol, berasal dari Latin Aqua, air. Khas en hubungannya dengan perariran.
2) Humox, Hum us + ox isol, dari kata Yunani, Humus, bun
Artinya: Oxisol yang mengandung bahan organic
3) Orthox, Ortho os + ox isol, orth dari bahasa Yunani; ortho benar. Artinya oxisol biasa
4) Ustox, ust us + ox isol, Ust dari bahasa Latin ustus, terbakar. Oxisol terdapat pada region iklim kering, biasa musim panas yang kering.
5) Torrox, torr idus + ox isol. Torr berasal dari bahasa Latin torrid us, panas, kering. Artinya biasa kering.
Tanah oxisol memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Warna tanahnya merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah.
- Tanah latosol yang mempunyai sifat cepat mengeras bila tersing kap atau berada di udara terbuka disebut tanah laterit.
- kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.
- mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, sehingga kandungan mineral primer dan unsure hara rendah,
- konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relative seskwioksida di dalam tanah akibat pencucian silikat.
- Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm).
Berikut ini gambar tanah oxisol
Tanah Alfisol, Ultisol dan Oxisol termasuk kelompok tanah merah (Soepraptohardjo, 1961; dalam Buurman, 1980), bahan induk bersifat masam hingga ultra basa.
Ketersediaan unsur P dan K di tanah Oxisol sangat rendah, sebagai akibat dari pelapukan lanjut, dan terikat menjadi bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman, yaitu Fe- P, Al-P, FeAl-P dan bentuk lainnya.
Tanah oxisol banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas, pisang dan kopi.
Upaya pemanfaatan tanah Oxisol secara optimal, khususnya untuk pengembangan tanaman kelapa sawit memerlukan pemahaman yang tepat dan menyeluruh mengenai karakteristik tanah tersebut. (studi di Perkebunan Pelaihari Kalimantan Selatan pada Maret 2002). Pemanfaatan tanah Oxisol untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di kebun Pelaihari, harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut di antaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik
Daerah penyebaran Oxisol adalah daerah tropis dengan curah hujan tinggi (2000-7000 mm/tahun), terbentuk di daerah tuf, abu atau fan vulkanik yang telah mengalami pelapukan lanjut, dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung serta pada ketinggian 10 sampai 1000 m dari permukaan laut (Sarief:1985).
Terdapatnya penyebaran tanah Oxisol ini pada ketinggian 10 sampai 1000 m dpl, berarti tanah oxisol dapat ditemui di dataran rendah (0-600 m dpl) maupun di dataran tinggi (>600 m dpl), sehingga sangat besar kemungkinan sifat-sifat fisika tanah pada kedua macam daerah akan berbeda pula. Sebab perbedaan sifat fisika tanah sangat dipengaruhi oleh perbedaan faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, bahan induk, topografi, organisme dan waktu (Buol, Hole, Cracken, 1980).
Sumber:
Maidhal, 1993. Skripsi “Perbandingan sifat fisika tanah lapisan atas oxisol di dataran tinggi dan dataran rendah”. Universitas Andalas Fakultas Pertanian. Padang.
Syafi’i, Suryatna.1990. Ilmu Tanah. Angkasa Bandung. Bandung.
http://feiraz.wordpress.com/2008/11/08/geografi-tanah-indonesia/ diunduh 14:15 20 maret 2011
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:BJ3QQSPoj0YJ:www.docstoc.com/docs/32254322/KONSEP-TANAH+tanaman+yang+dapat+tumbuh+di+tanah+oxisol&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id diunduh 20:18 17 maret 2011
http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol diunduh 20:25 17 maret 2011
Senin, 14 Februari 2011
RINGKASAN MATERI METODOLOGI PENELITIAN
A. MASALAH PENELITIAN
Masalah dalam penelitian dapat diartikan sebagai persoalan pokok yang ingin dijawab melalui suatu penelitian. Di dalam penelitian, masalah sangat berperan dalam mengarahkan seorang peneliti untuk melakukan kegiatan penelitiannya. Tanpa merumuskan masalah para peneliti dapat mengalami kebingungan, bahkan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penulisan.
Dalam kegiatan penelitian, yang dapat menjadi sumber masalah adalah adanya kesenjangan antara “yang seharusnya terjadi” dengan “yang sebenarnya terjadi”. Dengan demikian, yang menjadi masalah adalah “apa yang menjadi penyebab timbulnya kesenjangan antara yang sebenarnya terjadi dengan yang seharusnya terjadi”.
B. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian merupakan suatu bentuk masalah yang masih bersifat global sehingga perlu diperinci lagi. Penentuan judul sangat penting karena di dalam judul tergambarkan objek dan subjek apa yang akan diteliti, lokasi, tujuan, dan sasaran apa yang ingin dicapai.
Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan untuk menentukan judul penelitian:
1. Keterjangkauan
Prinsip pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa judul maupun objek yang akan diteliti sedapat mungkin terjangkau oleh kemampuan peneliti. Kemampuan peneliti dapta berupa tingkat pengetahuan, waktu yang tersedia, kesulitan memperoleh pembimbing dan kerjasama dengan pihak lain.
2. Ketersediaan data
Judul yang dipilih sedapat mungkin tersedia datanya. Para peneliti akan mengalami kesulitan, apabila judul yang dipilih tidak tersedia datanya.
3. Signifikansi judul yang dipilih
Yakni seberapa pentingkah suatu permasalahan sehingga harus diteliti.
C. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu masalah yang masih perlu diuji kebenarannya. Peneliti akan mengamati suatu gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi focus perhatiannya. Sebelum mendapatkan fakta yang benar, mereka akan membuat dugaan tentang gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi titik perhatiannya tersebut.
Cara Merumuskan Hipotesis:
a. Hipotesis harus mendukung judul dan tujuan penelitian
b. Hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris.
c. Hipotesis harus bersifat spesifik.
Dalam statistic dikenal dua jenis hipotesis yakni hipotesis nol (H0) dan Hipotesis alternative (Ha).
Hipotesis Nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan adanya kesamaan atau tidak adanya perbedaan atau tidak ada pengaruh antara dua variable yang dipersoalkan.
Hipotesis alternative (Ha) adalah suatu hipotesis yang menyatakan ketidaksamaa, perbedaan atau pengaruh antara dua variable yang dipersoalkan.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua tipe kesalahan, yaitu Tipe Kesalahan I jika dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada penolakan hipotesis yang benar (yang seharusnya diterima), sedangkan Tipe Kesalahan II jika kesimpulan berdasarkan pada penerimaan hipotesis yang salah (yang seharusnya ditolak).
Probabilitas untuk terjadinya kesalahan disebut dengan “Taraf Signifikan” atau disimbolkan dengan α, dimana nilai taraf signifikan tersebut dinyatakan dalam prosentase (misalnya α : 5%, 10% dan lain-lain). Lawan dari taraf signifikan adalah tingkat keyakinan, yaitu bernilai sebesar 1 - α. Misalnya jika taraf signifikan sebesar 5% maka tingkat keyakinan sebesar 95 %, jika α sebesar 10% maka tingkat keyakinan bahwa hipotesis yang diajukan benar adalah sebesar 90%.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pengujian hipotesis satu arah (One Tail Test) dan pengujian hipotesis dua arah (Two Tail Test). Untuk pengujian hipotesis satu arah dibagi menjadi dua, yaitu pengujian hipotesis satu arah negatif dan pengujian hipotesis satu arah positif (tergantung hipotesis alternatif yang diajukan).
D. CARA MENULIS KUTIPAN
Dalam penyajian laporan penalitian biasanya diperlukan catatan yang lazim disebut catatan kaki. Catatan ini biasa digunakan untuk:
- Menunjang fakta, konsep dan gagasan atau informasi tentang sumber data, gagasan dan lain-lain yang relevan
- Memberikan penjelasan tambahan tentang suatu masalahyang dikemukakan dalam teks atau untuk menjelaskan defenisi istilah secara lebih cermat.
Untuk kepentingan keseragaman cara penulisan catatan, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Singkatan-singkatan Ibid, loc.cit.,op.cit. hendaknya tidak digunakan.
b. Apabila nama pengarang disertakan dalam teks, ikutilah nama pengarang dengan tahun terbit dalam kurung (“….Amran Halim (1970) menyatakan …)
Apabila nama pengarang dinyatakan dalam teks, cantumkan nama pengarang dan tahun terbit dan tanda koma di antaranya.
c. Petunjuk halaman mengikuti tahun terbit, didahului titik dua, tanpa menggunakan singkatan p., pp., atau h. sebelum nomor halaman.
“ …telah dicatat (Alisjahbana, 1057:15-20) bahwa …”
d. Untuk acuan dengan dua pengarang, cantumkanlah nama akhir kedua pengarang, lebih dari dua pengarang, gunakanlah singkatan dkk.
e. Apabila diperlukan lebih dari satu acuan terhadap pengarang dan tahun terbit yang sama, gunakanlah huruf a dan b pada akhir tahun terbitsebagai pembeda.
“… seperti dikemukakan (Chomsky, 1968a)dan kemudian dipertegas kembali pada artikellain (Chomsky, 1968b), maka…”
f. Untuk peneanda jilid acuan,gunakanlah nomor urut arab dan tempatkan nomor tersebut pada akhir tahun terbit dan naikkan ½ spasi;
g. Acuan lebih dari satu hendaknya dituliskan berturut-turut dalan satu kurung dan dipisahkan dengan tanda titik koma.
h. Catatan kaki yang memberikan penjelasan tambahan hendaknya dicantumkan dibawah halaman tempat nomor catatan dinyatakan, dengan jarak satu spasi. Nomor catatan adalah nomor urut dan ditempatkan sesudah tanda baca dan huruf terakhir yang bersangkutan serta dinaikkan ½ spasi.
E. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah himpunan individu atau objek yang benyaknya terbatas atau tidak terbatas. Himpunan individu yang terbatas adalah himpunan individu yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya sedangkan himpunan individu yang tidak terbatas adalah himpunan individu yang sulit diketahui jumlahnya wlaupun batas wilayahnya kita ketahui.
Sampel adalah sebagian dari objek atau individu yang dapat mewakili suatu populasi. Secara garis besar ada dua cara yang dpat dilakukan dalam pengambilan sampel, yaitu:
1. Probability Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap unsure populasi untuk dipilih.
Contoh: Suatu populasi terdiri dari 1.000 orang mahasiswa jurusan Geografi. Setiap unsure populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih 1/1.000 orang.
Probability Sampling terdiri dari:
a. Sampel acak sederhana (Simple Random Sampling)
b. Sampel Sistematik (Systematic Sampling)
c. Sampel acak berstrata (Stratified Random Sampling)
d. Sampel Gugus (Cluster Sampling)
e. Sampel Daerah (Area Sampling)
2. Non Probability Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan tidak memberi kemungkinan/kesempatan yang sama bagi setiap unsure populasi untuk dipilih karena tidak diketahui/dikenal jumlah populasi sebebnarnya.
Non probability Sampling terdiri dari:
a. Sampel Purposif
b. Sampel Kuota
c. Sampel Bola Salju
d. Sampel rute Acak
Pemilihan sampel tergantung dari masalah yang dihadapi, tujuan penelitian, besarnya populasi dan jumlah sampel yang diperluka, waktu dan biaya yang tersedia, serta kemudahan untuk memperoleh sampel.
F. DATA DAN PENGGOLONGANNYA
Data dapat digolongkan menjadi:
1.1. Berdasarkan sifatnya
Data kuantitatif yaitu data yang bersifat angka. Data ini biasa berupa angka-angka seperti 1,2,3 dan seterusnya.
Data Kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat maupun uraian. Misalnya peneliti ingin mengetahui asal usul tenaga kerja industry di Medan dengan memberikan pilihan jawaban:
- Berasal dari kota Medan
- Berasal dari desa sekitar kota Medan
- Berasal dari luar kota Medan
- Berasal dari luar Sumatera
1.2. Berdasarkan Sumbernya
Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti.
Data Sekunder yaitu data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi di luar diri peneliti sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data asli. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi maupun perpustakaan.
G. CARA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Data Primer
1.1. Observasi
Observasi adalah cara dan tekhnik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian.
Observasi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Observasi langsung yaitu observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti.
b. Observasi tidak langsung yaitu pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki atau objek yang diteliti. Contohnya adalah pengamatan yang dilakukan melalui citra dari foto udara atau satelit, slide, dan lain-lain.
1.2. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara Tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses Tanya jawab.
1.3. Angket
Menurut Dr. Hudari Nawawi, angket adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti tidak secara langsung dari subjek/objek yang diteliti akan tetapi melalui pihak lain seperti instansi-instansi/lembaga-lembaga yang terkait, perpustakaan, arsip perorangan dan sebagainya.
H. ANALISIS DATA
Dalam geografi ada 4 cara untuk menganalisis data yaitu:
1. Analisis data secara statistic
Untuk penenlitian geografi, analisis statistic yang banyak digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Test Hipotesis
2. Test Frekuensi Distribusi
3. Test Signifikansi
4. Analisis Regresi linier dan non linier
5. Analisis Varians dan Covarin
6. Analisis Klasifikasi
7. Analisis Faktor
8. Analisis Pola dan Indeks Ruang
2. Analisis Data dengan Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh mengacu pada berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari bumi.
Dengan menggunakan penginderaan jauh, para peneliti dapat mengumpulkan data geografi lebih cepat dan tepat melalui bermacam-macam citra (image) seperti foto udara, citra radar, foto satelit dan sebagainya.
Metode penginderaan jauh dapat dilkukan melalui enam tahap yaitu:
1. Perumusan masalah dan tujuan
2. Evaluasi kemampuan
3. Pemilihan prosedur
4. Persiapan
5. Interpretasi data
6. Penyajian laporan
3. Analisis Data dengan Komputer
Komputer adalah seperangkat alat elektronik yang mempunyai memori dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan dengan cepat yang dikendalikan oleh program. Pada saat ini analisis data dengan menggunakan computer sudah lazim dilakukan oleh para peneliti. Dengan mengguakan computer, data dapat dianalisis dengan cepat dan tepat. Seperti apa yang tampak dari namanya, mesin computer itu pada dasarnya suatu mesin penghitung.
4. Analisis data secara deskriptif
Analisis data deskriptif penting digunakan untuk menganalisis data yang bersifat kualitatif baik dalam bidang Geografi Social maupun Geografi Fisik.
Dalam bidang Geografi Sosial, analisis data secara deskriptif diperlukan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang bersifat social seperti penyebab terjadinya perpindahan penduduk, adat istiadat suatu suku bangsa dan sebagainya.
Dalam bidang Geografi Fisik analisis data secara deskriptif diperlukan untuk menjelaskan fenomena/gejala-gejala yang bersifat fisik, seperti proses terjadinya erosi, proses pembentukan delta, penyebab pola aliran sungai dan sebagainya.
I. VARIABEL DAN JENISNYA
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007).
Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
• Variable mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
• Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.
• Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Macam Variabel dalam penelitian dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
1. Variabel Independen
Variable ini sering disebut sebagai Variabel Stimulus, Predictor, Antecedent, Variabel Pengaruh, Variabel Perlakuan, Kausa, Treatment, Risiko, atau Variable Bebas.
Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Eksogen.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
2. Variabel dependen
Sering disebut sebagai Variabel Out Put, Kriteria, Konsekuen, Variabel Efek, Variabel Terpengaruh, Variabel Terikat atau Variabel Tergantung. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Indogen. Variabel Terikat merupakan Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut Variabel Terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas/variabel independent.
3. Variabel Moderator
Variabel Moderator adalah variabel yang mempengaruhi (Memperkuat dan Memperlemah) hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat. Variabel Moderator disebut juga Variabel Independen Kedua.
Contoh hubungan Variabel Independen – Moderator – Dependen :
Hubungan motivasi dan prestasi belajar akan semakin kuat bila peranan dosen dalam menciptakan iklim/lingkungan belajar sangat baik, dan hubungan semakin rendah bila peranan dosen kurang baik dalam menciptakan iklim belajar.
4. Variabel Interpening
Dalam hal ini Tuckman (1988) menyatakan “an intervening variable is that factor that theoretically affect the observed phenomenon but cannot be seen, measure, or manipulate”.
Variabel Intervening adalah Variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat, tetapi Tidak Dapat Diamati dan Diukur.
Variabel ini merupakan variabel Penyela/Antara yang terletak diantara Variabel Bebas dan Variabel Terikat, sehingga Variabel Bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya Variabel Terikat.
Contoh :
Tinggi rendahnya penghasilan akan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap umur harapan hidup. Di sini ada varaibel antaranya yaitu yang berupa Gaya Hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel moderator yaitu Budaya Lingkungan Tempat Tinggal.
5. Variabel Kontrol
Variabel Kontrol adalah Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti.
Variabel Kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat membandingkan, melalui penelitian eksperimental.
Contoh :
Pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II.
Variabel Bebasnya adalah Metode Pembelajaran, misalnya Metode Ceramah & Metode Demonstrasi. Sedangkan Variabel Kontrol yang ditetapkan adalah sama, misalnya Standard Keterampilan sama, dari kelompok mahasiswa dengan latar belakang sama (tingkat/semesternya sama), dari institusi yang sama.
Dengan adanya Variabel Kontrol tersebut, maka besarnya pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II dapat diketahui lebih pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syamsul, 2009: DIKTAT PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN, Fakultas Bahasa dan Seni UNIMED.
Pabundu Tika,Moh.1996: Metode Penelitian Geografi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
http://www.litagama.org/Metode/variabel.htm
Masalah dalam penelitian dapat diartikan sebagai persoalan pokok yang ingin dijawab melalui suatu penelitian. Di dalam penelitian, masalah sangat berperan dalam mengarahkan seorang peneliti untuk melakukan kegiatan penelitiannya. Tanpa merumuskan masalah para peneliti dapat mengalami kebingungan, bahkan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penulisan.
Dalam kegiatan penelitian, yang dapat menjadi sumber masalah adalah adanya kesenjangan antara “yang seharusnya terjadi” dengan “yang sebenarnya terjadi”. Dengan demikian, yang menjadi masalah adalah “apa yang menjadi penyebab timbulnya kesenjangan antara yang sebenarnya terjadi dengan yang seharusnya terjadi”.
B. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian merupakan suatu bentuk masalah yang masih bersifat global sehingga perlu diperinci lagi. Penentuan judul sangat penting karena di dalam judul tergambarkan objek dan subjek apa yang akan diteliti, lokasi, tujuan, dan sasaran apa yang ingin dicapai.
Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan untuk menentukan judul penelitian:
1. Keterjangkauan
Prinsip pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa judul maupun objek yang akan diteliti sedapat mungkin terjangkau oleh kemampuan peneliti. Kemampuan peneliti dapta berupa tingkat pengetahuan, waktu yang tersedia, kesulitan memperoleh pembimbing dan kerjasama dengan pihak lain.
2. Ketersediaan data
Judul yang dipilih sedapat mungkin tersedia datanya. Para peneliti akan mengalami kesulitan, apabila judul yang dipilih tidak tersedia datanya.
3. Signifikansi judul yang dipilih
Yakni seberapa pentingkah suatu permasalahan sehingga harus diteliti.
C. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu masalah yang masih perlu diuji kebenarannya. Peneliti akan mengamati suatu gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi focus perhatiannya. Sebelum mendapatkan fakta yang benar, mereka akan membuat dugaan tentang gejala, peristiwa, atau masalah yang menjadi titik perhatiannya tersebut.
Cara Merumuskan Hipotesis:
a. Hipotesis harus mendukung judul dan tujuan penelitian
b. Hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris.
c. Hipotesis harus bersifat spesifik.
Dalam statistic dikenal dua jenis hipotesis yakni hipotesis nol (H0) dan Hipotesis alternative (Ha).
Hipotesis Nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan adanya kesamaan atau tidak adanya perbedaan atau tidak ada pengaruh antara dua variable yang dipersoalkan.
Hipotesis alternative (Ha) adalah suatu hipotesis yang menyatakan ketidaksamaa, perbedaan atau pengaruh antara dua variable yang dipersoalkan.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua tipe kesalahan, yaitu Tipe Kesalahan I jika dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada penolakan hipotesis yang benar (yang seharusnya diterima), sedangkan Tipe Kesalahan II jika kesimpulan berdasarkan pada penerimaan hipotesis yang salah (yang seharusnya ditolak).
Probabilitas untuk terjadinya kesalahan disebut dengan “Taraf Signifikan” atau disimbolkan dengan α, dimana nilai taraf signifikan tersebut dinyatakan dalam prosentase (misalnya α : 5%, 10% dan lain-lain). Lawan dari taraf signifikan adalah tingkat keyakinan, yaitu bernilai sebesar 1 - α. Misalnya jika taraf signifikan sebesar 5% maka tingkat keyakinan sebesar 95 %, jika α sebesar 10% maka tingkat keyakinan bahwa hipotesis yang diajukan benar adalah sebesar 90%.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pengujian hipotesis satu arah (One Tail Test) dan pengujian hipotesis dua arah (Two Tail Test). Untuk pengujian hipotesis satu arah dibagi menjadi dua, yaitu pengujian hipotesis satu arah negatif dan pengujian hipotesis satu arah positif (tergantung hipotesis alternatif yang diajukan).
D. CARA MENULIS KUTIPAN
Dalam penyajian laporan penalitian biasanya diperlukan catatan yang lazim disebut catatan kaki. Catatan ini biasa digunakan untuk:
- Menunjang fakta, konsep dan gagasan atau informasi tentang sumber data, gagasan dan lain-lain yang relevan
- Memberikan penjelasan tambahan tentang suatu masalahyang dikemukakan dalam teks atau untuk menjelaskan defenisi istilah secara lebih cermat.
Untuk kepentingan keseragaman cara penulisan catatan, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Singkatan-singkatan Ibid, loc.cit.,op.cit. hendaknya tidak digunakan.
b. Apabila nama pengarang disertakan dalam teks, ikutilah nama pengarang dengan tahun terbit dalam kurung (“….Amran Halim (1970) menyatakan …)
Apabila nama pengarang dinyatakan dalam teks, cantumkan nama pengarang dan tahun terbit dan tanda koma di antaranya.
c. Petunjuk halaman mengikuti tahun terbit, didahului titik dua, tanpa menggunakan singkatan p., pp., atau h. sebelum nomor halaman.
“ …telah dicatat (Alisjahbana, 1057:15-20) bahwa …”
d. Untuk acuan dengan dua pengarang, cantumkanlah nama akhir kedua pengarang, lebih dari dua pengarang, gunakanlah singkatan dkk.
e. Apabila diperlukan lebih dari satu acuan terhadap pengarang dan tahun terbit yang sama, gunakanlah huruf a dan b pada akhir tahun terbitsebagai pembeda.
“… seperti dikemukakan (Chomsky, 1968a)dan kemudian dipertegas kembali pada artikellain (Chomsky, 1968b), maka…”
f. Untuk peneanda jilid acuan,gunakanlah nomor urut arab dan tempatkan nomor tersebut pada akhir tahun terbit dan naikkan ½ spasi;
g. Acuan lebih dari satu hendaknya dituliskan berturut-turut dalan satu kurung dan dipisahkan dengan tanda titik koma.
h. Catatan kaki yang memberikan penjelasan tambahan hendaknya dicantumkan dibawah halaman tempat nomor catatan dinyatakan, dengan jarak satu spasi. Nomor catatan adalah nomor urut dan ditempatkan sesudah tanda baca dan huruf terakhir yang bersangkutan serta dinaikkan ½ spasi.
E. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah himpunan individu atau objek yang benyaknya terbatas atau tidak terbatas. Himpunan individu yang terbatas adalah himpunan individu yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya sedangkan himpunan individu yang tidak terbatas adalah himpunan individu yang sulit diketahui jumlahnya wlaupun batas wilayahnya kita ketahui.
Sampel adalah sebagian dari objek atau individu yang dapat mewakili suatu populasi. Secara garis besar ada dua cara yang dpat dilakukan dalam pengambilan sampel, yaitu:
1. Probability Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap unsure populasi untuk dipilih.
Contoh: Suatu populasi terdiri dari 1.000 orang mahasiswa jurusan Geografi. Setiap unsure populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih 1/1.000 orang.
Probability Sampling terdiri dari:
a. Sampel acak sederhana (Simple Random Sampling)
b. Sampel Sistematik (Systematic Sampling)
c. Sampel acak berstrata (Stratified Random Sampling)
d. Sampel Gugus (Cluster Sampling)
e. Sampel Daerah (Area Sampling)
2. Non Probability Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan tidak memberi kemungkinan/kesempatan yang sama bagi setiap unsure populasi untuk dipilih karena tidak diketahui/dikenal jumlah populasi sebebnarnya.
Non probability Sampling terdiri dari:
a. Sampel Purposif
b. Sampel Kuota
c. Sampel Bola Salju
d. Sampel rute Acak
Pemilihan sampel tergantung dari masalah yang dihadapi, tujuan penelitian, besarnya populasi dan jumlah sampel yang diperluka, waktu dan biaya yang tersedia, serta kemudahan untuk memperoleh sampel.
F. DATA DAN PENGGOLONGANNYA
Data dapat digolongkan menjadi:
1.1. Berdasarkan sifatnya
Data kuantitatif yaitu data yang bersifat angka. Data ini biasa berupa angka-angka seperti 1,2,3 dan seterusnya.
Data Kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat maupun uraian. Misalnya peneliti ingin mengetahui asal usul tenaga kerja industry di Medan dengan memberikan pilihan jawaban:
- Berasal dari kota Medan
- Berasal dari desa sekitar kota Medan
- Berasal dari luar kota Medan
- Berasal dari luar Sumatera
1.2. Berdasarkan Sumbernya
Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti.
Data Sekunder yaitu data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi di luar diri peneliti sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data asli. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi maupun perpustakaan.
G. CARA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Data Primer
1.1. Observasi
Observasi adalah cara dan tekhnik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian.
Observasi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Observasi langsung yaitu observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti.
b. Observasi tidak langsung yaitu pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki atau objek yang diteliti. Contohnya adalah pengamatan yang dilakukan melalui citra dari foto udara atau satelit, slide, dan lain-lain.
1.2. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara Tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses Tanya jawab.
1.3. Angket
Menurut Dr. Hudari Nawawi, angket adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti tidak secara langsung dari subjek/objek yang diteliti akan tetapi melalui pihak lain seperti instansi-instansi/lembaga-lembaga yang terkait, perpustakaan, arsip perorangan dan sebagainya.
H. ANALISIS DATA
Dalam geografi ada 4 cara untuk menganalisis data yaitu:
1. Analisis data secara statistic
Untuk penenlitian geografi, analisis statistic yang banyak digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Test Hipotesis
2. Test Frekuensi Distribusi
3. Test Signifikansi
4. Analisis Regresi linier dan non linier
5. Analisis Varians dan Covarin
6. Analisis Klasifikasi
7. Analisis Faktor
8. Analisis Pola dan Indeks Ruang
2. Analisis Data dengan Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh mengacu pada berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari bumi.
Dengan menggunakan penginderaan jauh, para peneliti dapat mengumpulkan data geografi lebih cepat dan tepat melalui bermacam-macam citra (image) seperti foto udara, citra radar, foto satelit dan sebagainya.
Metode penginderaan jauh dapat dilkukan melalui enam tahap yaitu:
1. Perumusan masalah dan tujuan
2. Evaluasi kemampuan
3. Pemilihan prosedur
4. Persiapan
5. Interpretasi data
6. Penyajian laporan
3. Analisis Data dengan Komputer
Komputer adalah seperangkat alat elektronik yang mempunyai memori dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan dengan cepat yang dikendalikan oleh program. Pada saat ini analisis data dengan menggunakan computer sudah lazim dilakukan oleh para peneliti. Dengan mengguakan computer, data dapat dianalisis dengan cepat dan tepat. Seperti apa yang tampak dari namanya, mesin computer itu pada dasarnya suatu mesin penghitung.
4. Analisis data secara deskriptif
Analisis data deskriptif penting digunakan untuk menganalisis data yang bersifat kualitatif baik dalam bidang Geografi Social maupun Geografi Fisik.
Dalam bidang Geografi Sosial, analisis data secara deskriptif diperlukan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang bersifat social seperti penyebab terjadinya perpindahan penduduk, adat istiadat suatu suku bangsa dan sebagainya.
Dalam bidang Geografi Fisik analisis data secara deskriptif diperlukan untuk menjelaskan fenomena/gejala-gejala yang bersifat fisik, seperti proses terjadinya erosi, proses pembentukan delta, penyebab pola aliran sungai dan sebagainya.
I. VARIABEL DAN JENISNYA
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007).
Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
• Variable mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
• Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.
• Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Macam Variabel dalam penelitian dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
1. Variabel Independen
Variable ini sering disebut sebagai Variabel Stimulus, Predictor, Antecedent, Variabel Pengaruh, Variabel Perlakuan, Kausa, Treatment, Risiko, atau Variable Bebas.
Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Eksogen.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
2. Variabel dependen
Sering disebut sebagai Variabel Out Put, Kriteria, Konsekuen, Variabel Efek, Variabel Terpengaruh, Variabel Terikat atau Variabel Tergantung. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel Independen disebut juga sebagai Variabel Indogen. Variabel Terikat merupakan Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut Variabel Terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas/variabel independent.
3. Variabel Moderator
Variabel Moderator adalah variabel yang mempengaruhi (Memperkuat dan Memperlemah) hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat. Variabel Moderator disebut juga Variabel Independen Kedua.
Contoh hubungan Variabel Independen – Moderator – Dependen :
Hubungan motivasi dan prestasi belajar akan semakin kuat bila peranan dosen dalam menciptakan iklim/lingkungan belajar sangat baik, dan hubungan semakin rendah bila peranan dosen kurang baik dalam menciptakan iklim belajar.
4. Variabel Interpening
Dalam hal ini Tuckman (1988) menyatakan “an intervening variable is that factor that theoretically affect the observed phenomenon but cannot be seen, measure, or manipulate”.
Variabel Intervening adalah Variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat, tetapi Tidak Dapat Diamati dan Diukur.
Variabel ini merupakan variabel Penyela/Antara yang terletak diantara Variabel Bebas dan Variabel Terikat, sehingga Variabel Bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya Variabel Terikat.
Contoh :
Tinggi rendahnya penghasilan akan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap umur harapan hidup. Di sini ada varaibel antaranya yaitu yang berupa Gaya Hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel moderator yaitu Budaya Lingkungan Tempat Tinggal.
5. Variabel Kontrol
Variabel Kontrol adalah Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti.
Variabel Kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat membandingkan, melalui penelitian eksperimental.
Contoh :
Pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II.
Variabel Bebasnya adalah Metode Pembelajaran, misalnya Metode Ceramah & Metode Demonstrasi. Sedangkan Variabel Kontrol yang ditetapkan adalah sama, misalnya Standard Keterampilan sama, dari kelompok mahasiswa dengan latar belakang sama (tingkat/semesternya sama), dari institusi yang sama.
Dengan adanya Variabel Kontrol tersebut, maka besarnya pengaruh Metode Pembelajaran terhadap Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II dapat diketahui lebih pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syamsul, 2009: DIKTAT PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN, Fakultas Bahasa dan Seni UNIMED.
Pabundu Tika,Moh.1996: Metode Penelitian Geografi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
http://www.litagama.org/Metode/variabel.htm
Langganan:
Postingan (Atom)